Beberapa hari ini perpustakaan sekolah tampak ramai oleh siswa. Mereka tak membaca buku, karena memang tak ada buku yang menarik untuk mereka baca. Mereka tampak menulis info di atas kertas warna-warni. Ada siswa yang nampak membuat hiasan dari kertas yang mereka bawa dari rumah dan beberapa menggambar dan membuat tulisan indah di atas kardus bekas. Di pojok ruang perpustakaan tampak bekas papan tulis hitam yang telah dipotong menjadi dua.
Mereka adalah tim mading di SMPN 2 Ndoso. Kali ini aku bersama tiga teman guru Bahasa Indonesia menggagas ide kegiatan sore siswa yang bertajuk “Bengkel Sastra”. Kegiatan di Bengkel Sastra dibagi menjadi dua yaitu seni drama dan mading. Aku bersama satu teman guru dan sembilan siswa bertanggung jawab untuk penerbitan mading. Memulai sesuatu yang baru bukan hal yang mudah, namun bukankah kita tidak akan pernah tahu bagaimana hasilnya jika kita tak mencoba.
Bermula dari keresahan akan sedikitnya sumber bacaan di sekolah dan bantuan buku yang tak kunjung datang, maka kami memilih mading sebagai salah satu cara mengenalkan budaya literasi di sekolah. Mading merupakan sarana literasi yang melatih berbagai kemampuan literasi siswa. Dalam proses penyusunan isi mading, siswa dilatih untuk menulis puisi, cerpen dan artikel. Mading juga menjadi salah satu sarana bagi siswa untuk menambah wawasan terkait dengan tema yang diangkat.
Dalam penyusunan mading, kami bekerjasama dalam satu tim. Aku dan teman guru berperan sebagai penyedia artikel informatif yang kami peroleh dari internet. Beruntung sekolah kami masih bisa menangkap sinyal internet di beberapa titik sekitar sekolah. Siswa bertugas untuk mengisi rubrik lain di mading seperti sastra yang berisi karya puisi, cerpen dan karikatur. Ada pula rubrik ‘kata mereka’ yang berisi opini warga sekolah terkait tema yang diangkat. Rubrik ini merupakan hasil wawancara tim dengan siswa, guru dan karyawan sekolah.
Berbekal semangat dan bahan sederhana, kami memulai pembuatan mading pertama yang bertema “Reuse, Reduce dan Recycle” yaitu tentang pemanfaatan barang bekas. Sesuai dengan tema, mading perdana ini juga berasal dari barang-barang bekas yang masih bisa dimanfaatkan. Kardus bekas, papan bekas, dan papan telur menjadi bahan mading. Kami memulai semua dari awal, termasuk dalam memotivasi tim mading dan meyakinkan pihak sekolah bahwa keberadaan mading dapat menjadi salah satu sarana belajar.
Salah satu siswaku pernah berkata kepadaku bahwa ia sangat senang dengan pembuatan mading. Ia mengungkapkan bahwa dulu pernah ada rencana pembuatan mading, “sudah jadikah Ibu papan untuk taruh tulisan?” Tapi sampai sekarang tidak ada mading sekolah
Selama ini, mading sekolah hanya sebatas wacana belum ada realisasi. Hal yang menarik untuk dikulik lebih dalam yaitu apa karena siswa kurang bersemangat mewujudkan mading atau keterbatasan sarana dan fasilitas pembuatan mading aku juga tak tahu pasti? Tapi satu hal yang bisa kusimpulkan adalah masih kurangnya wawasan mengenai literasi di lingkungan sekolah. Mewujudkan salah satu budaya literasi melalui mading akan terwujud jika kesadaran dan kerjasama semua warga sekolah terjalin dengan baik.
Kesuksesan program literasi sekolah sangat ditentukan keberanian dan komitmen awal untuk menjalankan kegiatan. Keberanian untuk membuat program literasi bisa menjadi jalan untuk perubahan yang besar. Seperti di sekolah kami, awalnya mading kami hanya dari papan bekas dengan ukuran setengah dari papan tulis. Berhubung antusias siswa untuk membaca mading cukup tinggi, akhirnya kepala sekolah membuatkan papan mading dengan ukuran satu papan tulis lengkap dengan kayu penyangganya. Tentu hal ini menjadi kabar gembira bagi kami semua yang terlibat. Dukungan seperti ini menjadi motivasi tim untuk lebih bersemangat dalam berkarya.
Pembuktian keberhasilan program literasi tak hanya berhenti pada komitmen, namun harus dilanjutkan dengan konsistensi menjalankan program yang turut menjadi penentu kesuksesan pelaksanaannya. Konsistensi diperlukan agar kegiatan literasi tetap eksis memberi manfaat bagi seluruh warga sekolah. Memang baru hanya mading, program literasi yang bisa kami lakukan di sini, namun dengan pelaksanaan yang sungguh-sungguh ditunjang dengan konsisten yang tinggi, maka manfaat yang diperoleh jauh lebih besar dibandingkan dengan banyak program namun tak berkesinambungan
Kini, mading SMPN 2 Ndoso telah menghasilkan beberapa edisi baru. Bahagia bisa melihat kemajuan mading sekolah ini. Dengan melakukan peningkatan kreasi dan variasi konten mading, maka lebih banyak informasi dan karya siswa yang termuat di dalamnya. Boleh jadi awalnya terbatas dalam fasilitas, pengetahuan dan keterampilan, namun dengan semangat, keberanian dan konsistensi mampu menghasilkan karya yang bermanfaat. Sebuah bukti bahwa keterbatasan keadaan tak menjadi halangan untuk menggiatkan aktivitas cerdas berliterasi