Sebuah Senyuman untuk Ribuan Harapan


Saya, kamu, dia, mereka adalah kita yang sama-sama butuh pendidikan, punya impian yang banyak. Itu yang saya rasakan semenjak mengikuti kegiatan ini.

Perkenalkan nama saya Kasma Sila, S.Pd alumni jurusan PGSD di Universitas Negeri Makassar angkatan 2010. Saya adalah salah satu dari ribuan peserta SM-3T angkatan 5, salah satu dari ratusan peserta SM-3T LPTK UNM yang lulus seleksi dan juga merupakan salah satu dari puluhan teman-teman yang ditugaskan di Kabupaten Teluk Bintuni, Papua barat.

Mengikuti kegiatan ini merupakan satu keberuntungan buat saya, kenapa bisa? Sebab dari dulu selalu ingin mengunjungi daerah-daerah di indonesia minimal 1 daerah dari 7 pulau terbesar yang ad di Indonesia. Melalui pramuka saya sudah mengunjungi pulau jawa, sumatera, kalimantan, sulawesi (sebagai tempat tinggal) dan karena kegiatan ini saya menginjakkan kaki ke tanah mutiara hitam timur

Selama setahun saya bersama mereka, kalau boleh jujur tantangannya sungguh luar biasa. beberapa di antara siswa-siswa memiliki umur yang sudah lanjut selain itu juga beberapa siswa yang sudah berada pada jenjang kelas tinggi namun tak satupun huruf yang dia kenali. Kebanyakan diantara mereka hanya menghafal saja. Bukan hanya soal huruf saja, melainkan juga angka. Mereka masi banyak yang belum mengetahui penjumlahan yang sudah melewati 2 digit angka (puluhan).

Di balik itu semua, saya malah sangat bangga pada mereka. Mereka orang-orang Papua yang menurutku adalah warga Indonesia yang benar-benar mencintai negaranya (bukan berarti yang lain tidak ya!) Mereka orang-orang timur yang dari anak kecil hingga orang tua sangat lancar berbahasa Indonesia dengan tidak melupakan bahasa daerahnya. Bagaimana menurut kalian? Di daerah kalian pasti ada saja 1 atau 2 atau malah lebih 10 orang yang hanya paham bahasa daerah masing-masing.

Orang timur sana bila bertemu dengan masyarakat pendatang mereka akan menggunakan bahasa Indonesia dan bila berbincang-bincang dengan kerabat, mereka tetap menggunakan bahasa daerah mereka. Kalau di tempat tugas saya Distrik Fafurwar nama sukunya adalah Irarutu dan bahasanya adalah bahasa irarutu, salah satu dari tujuh suku yang ada di kabupaten Teluk Bintuni. satu kata yang menjadi andalan saya ialah kata “orose” sebuah kata pemberi semangat

Selain itu juga, satu yang membuat saya salu pada mereka khususnya para mereka yang saya aja itu terlihat keinginan mereka pada pendidikan. Kemauan yang besar yang mereka miliki nampak dari rajinnya mereka datang ke sekolah, aktifnya mereka ketika saya arahkan untuk maju di depan membaca walau awalnya memang mereka malu-malu dan masi belum lancar namun lama kelamaan mereka terbiasa dan tanpa fikir panjang bila namanya disebut dengan sigap dia maju di depan. Entah itu untuk membaca, menjawab pertanyaan atau memberikan sedikit hiburan disela-sela pembelajaran (Mop).

Buka hanya rutin datang pada jam pelajaran saja, mereka juga rutin datang pada jam-jam tertentu di luar jam pelajaran dalam hal ini adalah jam tambahan. Tetapi hal itu tidak dapat sering-sering saya laksanakan dikarenaka setiap sore beberapa diantara mereka harus ikut orangtua ke kebuh atau mancing (mulo).

Mereka anak-anak papua yang punya harapan tidak berbeda dari kita, ingin menjadi dokter biar bisa rawat mereka pu orangtua juga keluarga kalo sakit, ingin menjadi guru biar bisa aja mereka pu adik-adik juga anak-anak nantinya, dan masi banyak lagi. Tak ketinggalan mereka juga ingin menjadi presiden Indonesia yang ingin memajukan mereka punya daerah, pembangunan, kesehatan dan pendidikan.

Harapan mereka menjadi penyemangat tersendiri buat saya untuk tetap bertahan selama setahun jauh dari keluarga. Senyuman mereka menjadi motivasi plus pengurangan pelipur lara saya dikala saya sangat rindu dengan keluarga dan tak tau cara menyampaikannya mereka. Tempat tugas yang listrik saja tidak ada apa lagi jaringan. Lokasi yang begitu jauh dengan jarak tempuh bila tak ada hambatan itu dapat dilalui kurang lebih 12 jam dengan 3 kali ganti kendaraan serta dengan biaya 5 juta lebih. Itu untuk biaya berangkat ke tempt tugas saja karena biaya balik dari tempat tugas itu lebih mahal sedikit karena harus menginap semalam di sekitar pelabuhan yang ada di Distrik Babo menunggu jadwal kapal perintis dari arah sorong. bila sedang kurang beruntung, tak ada kapat yang berangkat mengharuskan kita untuk tinggal lama di penginapan dengan biaya 150 permalam dan pengalaman itu saya pernah dapat. Jadwal kapal biasanya tiba di pelabuhan kamis siang namun pada hari it tak ad yang beroperasi alhasil saya dan beberapa rekan guru haru menunggu dari hari rabu hingga minggu siang dengan biaya tempat tinggal dan makan bayar sendiri-sendiri. melihat uang saku yang menurut saya itu sangat kurang mengharuskan saya harus irit makan

Bukan itu saja, selesai liburan semester 1 dan 2 teman sepempatan serta guru-guru smp (saya mengajar di SD YPPK ST PAULUS FRUATA) kembali ke tempat tugas, namun karena musim hujan dan jalanan yang merupakan tanah merah di tengah hutan belum lagi ada jembatan kayu (masih buatan masyarakat setempat) roboh mengharuskan kami harus memutar melewati Kabupaten Fak-fak. Perjalanan melewati Fak-fak itu merupakan perjalanan yang paling melelahkan buat kami. Berangkat pukul 8 pagi dari kota, tiba di tempat tugas pukul 4 subuh dengan suasana gelap gulita. Hanya diterangi oleh lampu senter saja.

Namun dari itu semua saya punya banyak cerita yang bila ada bertanya saya dengan senang hati menceritakannya.

Lagi-lagi itu semua karena senyuman dan harapan dari siswa-siswaku yang membuat saya tetap bersemangat berbagi ilmu pada mereka, walau kadang kala tiap malam menangis sendiri di kamar

Tetap semangat buat pendidik-pendidik di manapun kalian berada, baik di kota maupun di pelosok. Tetaplah lihat senyuman dari ribuan harapan mereka.

Karena saya, kamu, dia dan mereka adalah KITA

(Dikunjungi : 180 Kali)

.

Apa Reaksi Anda?

Terganggu Terganggu
0
Terganggu
Terhibur Terhibur
0
Terhibur
Terinspirasi Terinspirasi
0
Terinspirasi
Tidak Peduli Tidak Peduli
0
Tidak Peduli
Sangat Suka Sangat Suka
0
Sangat Suka

Komentar Anda

Share