Guru Garis Depan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di daerah 3T diharapkan mampu menerjemahkan konsep pengelolaan ruang kelas ke ruang lingkup yang lebih luas. GGD selain melaksanakan tugas pokok sebagai tenaga pendidik di sekolah sejatinya mampu menggiatkan program-program pendidikan lainnya dalam kehidupan bermasyarakat yang dapat membantu meningkatkan taraf hidup dan daya saing masyarakat setempat. Terbatasnya waktu normal di sekolah bertatap muka dengan anak didik memerlukan perumusan suatu program di luar jam sekolah. Selain memanfaatkan waktu luang, pesertanya juga bisa melibatkan langsung masyarakat sekitar agar lebih merasakan manfaat hadirnya GGD di daerah tersebut. Perumusan suatu program tentunya berdasar pada kebutuhan dan kondisi masyarakat setempat. Sejalan dengan itu, yang menarik dan merupakan kebutuhan mendasar secara umum ialah menggalakkan gerakan literasi.
Seiring perkembangan zaman, kebutuhan dan kecerdasan manusia, literasi tidak hanya diterjemahkan sebagai kegiatan membaca dan menulis. Konsep literasi mencakup lebih luas pada kemampuan berkomunikasi dalam kehidupan masyarakat. Tingkat literasi yang tinggi akan berbanding lurus dengan kemampuan seseorang untuk menerima, mengolah, dan menyikapi setiap informasi yang diterimanya. Semakin tinggi pemahaman literasi seseorang semakin tinggi pula kemampuannya dalam mengolah dan menerjemahkan informasi dalam kehidupannya. Dengan demikian program-program penguatan literasi yang diterapkan akan berperan sebagai pondasi dan filter bagi seseorang untuk bisa memiliki kemampuan berpikir kritis dan logis ketika dihadapkan dengan berbagai persoalan.
Sebagai Guru Garis Depan yang ditempatkan di daerah-daerah 3T, menggalakkan program pendidikan literasi tentulah bukan suatu hal yang mudah. Selain akses informasi dan transportasi yang susah, para GGD juga harus memenuhi kewajibannya di sekolah masing-masing. Sehingga perlu sebuah perumusan yang mendalam agar program tersebut tetap jalan secara berkesinambungan dan jelas tujuannya. Salah satu bentuk program yang bisa diterapkan ialah “SAFARI LITERASI”. Kata safari dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti perjalanan atau petualangan jarak jauh dalam kegiatan ekspedisi, baik penelitian, penyelidikan, wisata dan lain-lain. Dari pemaknaan tersebut, maka safari yang dilakukan sebisa mungkin menjangkau lokasi-lokasi yang terjauh atau terpencil sekalipun. Sehingga, kegiatan ini sangat berjalan lurus dengan kondisi GGD yang ditempatkan di daerah-daerah 3T. Kegiatan ini bisa dilaksanakan dengan memanfaatkan waktu luang/liburan yakni secara bergantian di masing-masing lokasi atau sekolah pengabdian GGD dalam satu kabupaten. Dalam konsep ini, GGD pada penugasan yang sama menyusun dan mengatur jadwal pelaksanaannya secara bergiliran di masing-masing lokasi pengabdian. Tidak semua GGD harus terlibat pada setiap pelaksanaan kegiatan, bisa disesuaikan dengan waktu luang dan akses GGD ke lokasi kegiatan. Materi kegiatan yang dibawakan selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik dan masyarakat setempat. Pada setiap akhir kegiatan dilakukan evaluasi sebagai bahan tindak lanjut untuk perbaikan dan pengembangan pada agenda selanjutnya.
Seiring waktu, safari literasi bisa menjadi bentuk program reguler yang dilakukan oleh GGD di waktu luang dan tidak hanya bersifat material, namun juga merupakan bentuk ekspedisi spiritual. Dengan adanya safari literasi ini secara tidak langsung dapat memperkuat tali silaturahmi dan kebersamaan baik diantara sesama GGD sendiri maupun antara GGD dengan masyarakat. Sejalan dengan itu, dengan safari literasi maka GGD akan lebih memahami budaya serta persoalan-persolan pendidikan yang dihadapi masyarakat yang selama ini belum sepenuhnya terakomodasi secara maksimal. Aspirasi dan harapan peserta didik dan masyarakat setempat bisa menjadi bahan masukan dan pertimbangan secara langsung bagi GGD untuk ditindaklanjuti selama masa pengabdian berjalan.
Demikian tulisan sederhana ini, semoga bermanfaat. Salam Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia.