Kita terkadang lalai dan hanya fokus membincangkan “kekerasan terhadap guru” kita seakan lupa bahwa guru selain perlu dilindungi terhadap “tindak kekerasan” yang dilakukan oleh “oknum” orang tua siswa ataupun perlakuan tindakan premanisme yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, juga tak kalah pentingnya bagaimana melindungi guru agar nilai-nilai profesional tetap terjaga, utuh dan mengalami peningkatan kearah yang lebih positif.
Pada tulisan ini penulis tidak fokus berbicara bagaimana perlindungan guru terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh “oknum” orang tua siswa ataupun siswa tapi penulis lebih mengarah pada bagaimana perlindungan guru agar nilai-nilai “marwah” profesi guru tetap terjaga dan terus mengalami peningkatan sesuai dengan tuntutan jaman.
Sadar atau tidak, tentu kita memahami bersama bahwa untuk menjadi guru profesional, perlu perjalanan panjang. Dengan demikian, kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru harus dilakukan secara kontinu, dengan serial kegiatan tertentu. Diawali dengan penyiapan calon guru, rekrutmen, penempatan, penugasan, pengembangan profesi dan karir hingga ,menjadi guru profesional sejati yang menjalani profesionalisasi secara terus menerus.
Merujuk pada alur berpikir ini, maka sudah saatnyalah para guru diberikan perlindungan khusus dalam menjalani tugas pokok dan fungsinya. Pada sisi lain, guru yang profesional nyaris tidak berdaya tanpa dukungan tenaga kependidikan yang profesional pula. Paralel dengan itu, muncul pra-anggapan, jangan bermimpi menghadirkan guru yang profesional, kecuali persyaratan pendidikan, kesejahteraan, perlindungan dan pemartabatan dan pelaksanaan etika profesi mereka terjamin.
Selama menjalankan tugas professional, guru dituntut melakukakn profesinalisasi atau proses pertumbuhan dan pengembangan profesinya. Diperlukan upaya terus menerus agar guru tetap memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan tuntutan kurikulum serta kemajuan IPTEK. Disinilah esensi pembinaan dan pengembangan professional guru.
Seperti yang saya katakan tadi bahwa jangan-jangan kita hanya bermimpi menghadirkan guru yang profesional namun usaha yang kita lakukan hanya setengah matang. Bagaimana mungkin kita melahirkan guru profesional jika hanya sebatas proses penyiapan dan rekrutmen tanpa ada profesionalisasi secar terus menerus?
Mari kita sejenak membayangkan di daerah pinggiran atau pada sekolah-sekolah yang nun jauh di sana, sangat mungkin tidak menjadi jelas guru seperti apa yang tersedia. Jadi,sungguhpun guru yang direkrut telah memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik, yang dalam produk hukum dilegitimasi sebagai telah memiliki kewenangan penuh, masih diperlukan upaya peningkatan mutu secara kontinu melalui pelatihan-pelatihan yang berbasis pada penguatan profesi guru.
Selain kebijakan pembinaan dan pengembangan profesi guru yang perlu juga kita perhatikan adalah bagaimana ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan disetiap daerah atau ditiap satuan pendidikan (sekolah). Ini adalah hal yang paling krusial pula untuk kita perhatikan sebab bagaimana mungkin seorang guru profesional bisa mencapai tujuan pencapaian kurikulum nasional sesuai dengan tuntutan jaman jika sarana dan prasarana serba terbatas.
Contohnya disekolah penempatan saya mengajar (SMPN Satap Umandundu) yang berada di daerah sangat tertinggal, bagaimana mungkin seorang guru TIK (komputer) bisa mencapai tujuan pembelajaran dari aspek kognitif, jika disekolah tersebut tidak ada listrik, komputer dan jaringan. Bagaimana mungkin seorang guru IPA bisa memahamkan secara praktek kepada siswa jika di sekolah tersebut tidak memiliki Laboratorium IPA beserta segala peralatannya. `
Selain dari kedua permasalahan yang saya sebutkan di atas, guru pun perlu dilindungi dari segi kesejahteraan. Hal tersebut perlu kita lakukan agar profesi guru benar-benar terlindungi dan marwah profesi guru tetap terjaga dengan utuh. Maka sebaiknya dan sudah sepantasnyalah para guru yang mengajar di daerah pedalaman yang sangat tertinggal dan atau tertinggal diberikan tunjangan penghasilan tambahan/tunjangan khusus agar jasa-jasa mereka benar-benar merasa terlindungi, tidak dengan mengkerdilkan atau tidak memperhatikan nasib kehidupan mereka.
Sebab kita tak bisa menutup mata masih ada beberapa guru yang mengajar di daerah terpencil tidak tersentuh dengan tunjangan/insentif mengajar di daerah terpencil. Tentunya dalam pemberian tunjangan ini perlu transparansi/penyampaian terhadap seluruh guru yang berada dipedalaman terpencil dan atau sangat terpencil. Dengan demikian dari ketiga contoh kasus perlindungan guru yang saya paparkan semoga dapat menjadi perhatian dan didiskusikan secara bersama dengan melibatkan beberapa pemangku pendidikan serta yang terlibat secara langsung didalammnya.
Agar perlindungan profesi guru benar-benar dapat terlindungi dari segala aspek, bukan hanya pada perlindungan guru terhadap kekerasan. Semoga apa yang menjadi harapan perlindungan profesi guru dapat terwujud demi kemajuan pendidikan Indonesia yang lebih baik.