Perjalanan Kiriman Buku Mengarungi Samudera; Demi Kebutuhan Literasi Anak-anak Pulau


Terkadang orang-orang mengatakan bahwa semua tanggal sama. Mulai tanggal 1 sampai tangal 31 setiap bulannya. Tetapi bagi saya, anak-anak saya, dan beberapa rekan penggiat literasi seluruh Indonesia, Ada tanggal istimewa diantara beberapa tanggal setiap bulannya. Yaitu tanggal 17. Ada apa sih dengan tanggal 17?

Presiden Joko Widodo memutuskan pengiriman buku gratis FCl (Free Cargo Literacy) atau Pustaka Bebas Bea (PBB) dan dilaksanakan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) setiap bulan pada tanggal 17, yakni tanggal proklamasi dan Hari Buku Nasional. Program ini digagas untuk memecahkan secara relatif menyeluruh problem akses, agar semua warga bisa berperan dan mengambil manfaat dalam gerakan penyebaran ilmu. Agar setiap orang yang memenuhi syarat dapat mengirim dan menerima paket di manapun di tanah air.

September Menjemput. Pengiriman buku yang sedianya dijadwalkan setiap tanggal 17 setiap bulannya, tetapi khusus bulan September pengiriman buku diundur ke tanggal 18, karena pada tanggal 17 bertepatan dengan hari libur. Jauh-jauh hari sebelum September tiba. Saya, beberapa guru, dan siswa Sekolah Islam Athirah Makassar (Salah satu sekolah favorit yang ada di Indonesia) membuat grup di salah satu media sosial, dan kami namakan “Donasi Buku untuk Papua”. Tujuannya adalah untuk menghimpun, menginformasikan, dan media berbagi buku layak baca untuk didonasikan ke salah satu Rumah Baca yang saya kelola yaitu “Rumah Baca Distrik Aimando” tepatnya di Pulau Batas Laut Pasifik Distrik Aimando Kabupaten Biak Numfor-Papua.

Setelah sampai pada tanggal kesepakatan pengumpulan yaitu tanggal 16 September, kami mengumpulkan buku sebanyak 3 bungkusan baik berupa buku fiksi, non fiksi, dan beberapa majalah. Tanggal 18 September 2017, saya dan beberapa teman membawa paket itu ke salah satu kantor Pos. Perjalanan kurang lebih 15 menit dengan menggunakan Grab Car (terima kasih Grab). Di Kantor Pos, saya sempat berdebat alot dengan salah satu pegawai Pos yang tidak bisa memproses pengiriman buku ke Rumah Baca kami dengan alasan Rumah Baca kami belum terdaftar untuk pengiriman buku gratis. Beberapa kali saya memperlihatkan daftar simpul PBI pengiriman gatis yang dikirimkan oleh Pustaka Bergerak Indonesia tetapi tetap saja jawabnya “Kami tidak bisa memproses Mas, Rumah Baca ini belum terdaftar. Ini sudah ketentuan”. Saya sudah melihat teman-teman gelisah karena waktu telah menunjukkan pukul 16.00. Sebagai alternatif lain, saya terpaksa meminjam alamat pengiriman dan mengalihkan pengiriman buku ke Rumah Baca salah satu teman (Rumah Baca TWP Padaido) yang juga bearada di Kabupaten Biak Numfor.

Syukur pada Tuhan, 3 bungkusan buku donasi ini selanjutnya diproses oleh PT. Pos Indonesia, dan akhirnyanya dikirim ke alamat yang dituju. Entahkah pakai kapal atau pesawat. Tanggal 22 September 2017, konfirmasi dari Rumah Baca TWP Padaido bahwa paket sudah sampai. Seandainya pakai kapal, dari Makassar ke Biak memakan waktu kurang lebih 4 hari, 4 malam dengan melewati beberapa pelabuhan bergantung alur kapal seperti pelabuhan Ambon, Sorong, Manokwari, dan sampai di pelabuhan Biak.

Tanggal 30 September 2017, saya menjemput buku tersebut di Kantor TWP Padaido dan melanjutkan perjalanan ke Pantai Bosnik (Pantai Bosnik adalah Pelabuhan kecil, tempat sandar tranposrtasi masyarakat pulau Aimando Padaido). Dari Kantor TWP Padaido ke Pantai Bosnik menyita waktu kurang lebih 45 menit dengan menggunakan taksi. Selanjutnya 3 bungkusan buku ini mengarungi lautan Batas Pasifik dengan menggunakan Spedd/Johnson. Kebetulan kondisi laut hari itu agak teduh jadi jarak tempuh lumayan relatif sebentar yaitu kurang lebih 3 jam untuk sampai di Rumah Baca Distrik Aimando tepatnya di Kampung Pasi, Distrik Aimando Kabupaten Biak Numfor-Papua.

Nampak dari kejauhan, anak-anak sudah menunggu di pinggir pantai. “Bapak Guru datang, Buku datang” sorak-sorak mereka dengan bahagia. Satu persatu bungkusan diturunkan dari perahu dan mereka pikul ke rumah baca. “Pak Guru sudah bisa buka kah?” Sapa salah satu anak didikku “ia buka sudah, tapi pelan-pelan ee.” Responsku. Satu persatu bungkusan dibuka dan satu persatu buku pun dalam genggaman. Mereka mencari tempat ternyaman untuk memulai membaca.

“Tak ada ole ole Pak Guru dari Makassar selain buku yah Nak”

Sore itu, seiring senja menampakkan keindahannya, nampak senyum bahagia dari wajah mereka. 3 bungkusan berisi berbagai varian buku untuk menjangkau mimpi yang tertinggal.

Terima Kasih Athirah

Salam Literasi

Kami Menunggu Oktober……..

(Dikunjungi : 64 Kali)

.

Apa Reaksi Anda?

Terganggu Terganggu
0
Terganggu
Terhibur Terhibur
0
Terhibur
Terinspirasi Terinspirasi
0
Terinspirasi
Tidak Peduli Tidak Peduli
0
Tidak Peduli
Sangat Suka Sangat Suka
0
Sangat Suka

Komentar Anda

Share