Panggil Aku “Pak Co”


 

Mentari pagi mengiringiku menjalankan langkah kakiku menuju sebuah gedung kecil di atas bukit Tanah Kenari. Teriakan merekalah yang membuat aku semangat untuk membulatkan tekat mercerdaskan pendidikan di Tanah Kenari ini. Iringan embun di pagi hari menyejukan hati yang penuh rasa dengki. Syalom, itulah sapaan pagi di setiap langkahku menyapa masyarakat yang berada pada saat perjalananku ke gedung kecil ini. Kecil tapi penuh inspirasi dan imajinasi. Kecil adalah sebutan untuk sekolah di mana aku mengabdi.

Si Kecil inilah yang membuat semua rasa lelah dan capek menjadi rasa semangat dan senang. Kulihat derup langkah anak Kenari dari atas gunung dengan kompak dan penuh harap. Lonceng berbunyi “Teng…teng…teng…teng..” lonceng panjang berbunyi dengan keras, anak-anak pun bergegas berlari dan berbaris rapi mengikuti apel pagi.

Berdoa dan apel pagipun sudah selesai, anak-anakpun bergegas masuk dalam kelas. Pada saat itu Selasa, 09 September 2014 pukul 08.10 aku memasuki ruangan kelas yang penuh damai. Kuawali pembelajaran pagi itu dengan berdoa dan menyapa kabar anak-anak didikku. “Selamat pagi anak-anak, bagaimana kabarnya?” itu sapaan ku di pagi hari itu, anak-anakku pun menjawab “Kabar baik pak Guru” (polos anak-anak itu).

Pelajaran biologipun kumulai dengan membahas materi tentang senyawa-senyawa dalam sel. Kami sebagai sekolah baru belum mempunyai ketercukupan buku ataupun sarana dan prasarana yang memadai. Akupun harus membacakan kata per kata materi yang kusampaikan. Rintihan air mata jatuh ketika melihat semangat anak-anak bangsa itu mencatat apa yang kubacakan. Sungguh bersyukurnya aku ketika melihat situasi dan kondisi ini, dahulu waktu aku SMA buku dan sarana sudah tercukupi, tapi belum bisa mensyukuri apa yang sudah kudapat. Masih malas membaca, belajar dan terkadang tidak memperhatikan guru saat pelajaran.

Di tengah pembelajaran yang kuberikan kepada anak-anak bangsa ini, ada anak perempuan bernama …….(isi nama anak)….. mengeluarkan perkataan “Pak Co Ulangi”. Seketika saya membalasnya. “ oh kalau di kabupaten Alor, NTT panggilan untuk guru Pak Co ya?” pertanyaan saya terhadap anak-anak di kelas. Semua siswa serentak tertawa terbahak-bahak hampir 5 menit lamanya. Saya berbicara kembali “ kalau di negeri seberang itu panggilan guru kan Ceg Gu dan ada yang lainya juga, ternyata di Alor panggilan guru Pak Co bagi yang laki-laki”. Untuk yang kedua kalinya anak-anak tertawa bersama-sama kembali. Salah satu anak dalam kelas itu berbicara “Pak Sidiq, maksudnya Pak Co ulangi itu tadi adalah Pak Coba ulangi materi tadi yang disampaikan Bapak.” Pada saat itu juga saya merasa malu dan tertawa sendiri.

Kejadian itu membuat aku semakin dekat dengan anak-anak di kelas itu, pelajaran pun kuhentikan dan dilanjutkan dengan cerita bersama anak-anak di kelas tentang kebiasaan berbicara di kab. Alor. Ternyata memang kalau di Alor berbicara itu sering di singkat-singkat, dari situlah aku sadar akan pentingnya beradaptasi.

Tragedi Pak Co Ulangi itu membuat aku setiap hari dipanggil ‘Pak Co’ oleh anak-anak dan berdampak bapak ibu guru memanggil aku  ‘Pak Co’ juga. Kejadian yang tidak disangka dan dinyana membuat suatu moment yang berkelanjutan hingga hal itu menjadi panggilan akrab di sekolah. Dari sinilah membuat saya sadar pentingnya peka terhadap lingkungan sekitar dimana kita tinggal dan berada. Karena dengan kita peka terhadap lingkungan, maka kita akan mudah berinteraksi. Tapi dengan kita belum peka terhadap lingkungan sekitar, maka terkadang kita belum mendapatkan hikmah berharga di dalam hidup.

(Dikunjungi : 53 Kali)

.

Apa Reaksi Anda?

Terganggu Terganggu
0
Terganggu
Terhibur Terhibur
3
Terhibur
Terinspirasi Terinspirasi
0
Terinspirasi
Tidak Peduli Tidak Peduli
0
Tidak Peduli
Sangat Suka Sangat Suka
0
Sangat Suka

Komentar Anda

Share