Keterbatasan adalah tantangan. Salah satu tantangan kegiatan pembelajaran di daerah 3T adalah kurangnya buku cetak sebagai sumber belajar. Kegiatan belajar siswa hanya mencatat materi dan mendengar penjelasan guru. Metode ini tidak selalu efektif membantu siswa mendapatkan ilmu. Apa yang mereka catat dan dengar belum tentu mereka rekam dan pahami dengan baik.
Banyak jalan menuju Roma. Pepatah itu sesuai untuk mengatasi keterbatasan sumber belajar di daerah 3T. Inilah tantangan untuk guru di sana, harus kreatif mencari metode dan media pembelajaran agar materi belajar dapat tersampaikan. Sulit, namun bukan berarti tidak bisa. Semangat dan kreativitas dari guru harus terus digemakan. Memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar salah satunya. Alam menyediakan berbagai kebutuhan pembelajaran bagi siswa. Alam tidak hanya terbatas pada kekayaan hayati dan hewani saja, lingkungan sosial juga bisa menjadi sumber belajar siswa. Alam memberikan pengalaman belajar mengesankan kepada siswa. Melalui alam siswa belajar untuk menanya, mengamati, meneliti, mengkorelasi dan menyimpulkan.
Alam menjadi sumber belajar untuk mata pelajaran IPA, ketika itu siswa belajar tentang materi perubahan kimia. Kegiatan pembelajaran biasa dilakukan dengan memberi contoh perubahan kimia seperti peristiwa nasi menjadi basi, besi berkarat. Itu cukup membuat siswa tahu contoh peristiwa perubahan kimia dalam kehidupan sehari-hari. Namun, kompetensi yang dicapai dalam pembelajaran tentu bukan hanya sekadar tahu, ada kompetensi mengamati, menanya, meneliti, mengasosiasi dan menyimpulkan yang perlu dilatihkan kepada siswa. Caranya bisa dengan melakukan praktik membuat tape singkong. Hal ini berdasarkan pengalaman mengajar saya di daerah 3T.
Pembuatan tape singkong adalah praktik sederhana yang dapat dilakukan di sini, alasannya bahan baku mudah diperoleh dan pembuatannya sederhana. Tape singkong belum familiar bagi siswa, karena selama ini siswa hanya tahu singkong rebus, singkong bakar, singkong goreng dan lemet.
Antusias siswa akan praktik ini sangat tinggi. Pertama-tama saya memberikan penjelasan gambaran kegiatan yang akan dilakukan. Guru menyediakan LKS untuk membantu siswa dalam membuat laporan kegiatan. Kegiatan praktik ini melatih siswa untuk berkoordinasi dalam tim. Siswa belajar tanggung jawab akan tugas tim bagi mereka. Kuncinya adalah kekompakan tim.
Kegiatan praktik melatih siswa menerapkan proses ilmiah. Antara lain mengamati ciri-ciri perubahan kimia yang terjadi pada pembuatan tape, mencatat setiap informasi penting dalam LKS dan mengolahnya menjadi suatu kesimpulan. Siswa menjadi tahu perbedaan singkong setelah direbus dan setelah menjadi tape. Perbedaan tekstur, aroma dan rasa mampu mereka jelaskan sebagai ciri perubahan kimia. Lebih dari itu, melalui kegiatan praktik pembuatan tape guru bisa membimbing siswa untuk mengolah tape menjadi berbagai jenis olahan makanan dan menjualnya. Akhirnya siswa memahami proses awal hingga akhir suatu produk dihasilkan. Kegiatan ini adalah contoh kolaborasi beberapa mata pelajaran yaitu IPA, tata boga dan kewirausahaan.
Mengadakan pembelajaran praktik memberi pengalaman baru bagi guru dan siswa. Guru dapat mengetahui karakter siswa ketika bekerja dalam tim. Informasi berharga ketika ada siswa yang pasif dalam pembelajaran di kelas, namun aktif dalam mengkoordinasi teman satu tim. Hal ini menjadi alasan melakukan variasi kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa kita heterogen yang memiliki jenis kecerdasannya masing-masing, tidak bijak jika kita menilai kemampuan mereka dengan acuan yang sama.
Jadi, masihkah keterbatasan media pembelajaran menghambat langkah kita mencerdaskan siswa? Masihkah kita kaku pada satu metode pembelajaran yang menurut kita paling mudah dan praktis dilakukan? Jangan egois, siswa adalah manusia yang harus dididik dengan manusiawi pula.