Osis, begitulah seisi sekolah memanggil ketua Osis mereka. Rahman Marianus, adalah siswa kelas XII IPA yang saat ini menjabat sebagai ketua dari seratus lebih siswa di sekolah itu, SMA Negeri 1 Pulau Banyak. Selain sebagai seorang ketua osis, dia juga merupakan kapten tim bola SMA juga di klub tempat dia bernaung. Sudah satu tahun lebih Rahman menjadi ketua Osis, dan ia harus segera meletakkan jabatannya agar terjadinya regenerasi dalam organisasi intra sekolah ini. Pemilihan ketua osis dan perangkatnya di SMA ini masih jauh dari demokrasi yang kita praktikkan. Pemilihan Osis di sini hanya berupa aklamasi, tidak ada pemilu yang merupakan kebebasan tiap individu untuk memilih sesuai dengan hati nurani. Ketua osis hanya diputuskan oleh dewan guru dan bebapa orang utusan dari siswa. Padahal sekolah merupakan tempat pematangan individu agar siap membaur dengan masyarakat luas, agar mampu menaati nilai dan norma yang ada. Dan pemilu adalah hal yang pasti akan siswa temui ketika mereka telah mempunyai hak pilih.
Dewan guru sudah mulai membuka pembicaraan perihal penunjukkan ketua Osis baru. Di dalam rapat besar yang dihadiri seluruh majelis guru di kantor tersebut, kami guru SM-3T juga mengadakan rapat kecil, ingin mendobrak tradisi lama! Kami sepakat ingin mengadakan pemilu, sebagai salah satu bentuk pendidikan politik yang mereka dapatkan di sekolah. Mengajarkan berpolitik sekaligus menunjukkan cara berpolitik yang sehat dan bersih. Bagaimana lobi dan mengerahkan massa. Meyakinkan guru yang notabenenya sudah mengajar lama, lebih dulu merasakan makan asam garam dalam dunia pendidikan, itu tidaklah mudah. Karena mereka menganggap guru muda SM-3T masih minim pengalaman dan hanya guru kontrak. Namun setelah rembuk yang menyita waktu cukup lama, akhirnya keputusan untuk mengadakan pemilu ketua Osis disepakati bersama. SM-3T sejatinya memang harus membawa perubahan.
Siswa-siswi menyambut pemilu perdana mereka dengan suka-cita. Mufakat, adalah pelajaran awal bagi mereka. Kandidat ketua Osis harus berasal dari kelas XI, sementara kala itu kelas XI ada; XI IPA, XI IPS1 dan XI IPS2. Masing-masing kelas mengutus satu calon, dan sudah terlihat di sana bagaimana mereka membangun team work. Mulai dari membentuk tim sukses, strategi kampanye, dan lain sebagainya. Pelajaran kedua adalah stratak, strategi dan taktik. Masing-masing kelas mempunyai ego masing-masing. Perdebatan antara siapa yang terbaik diantara IPA dan IPS tidak hanya bergejolak di sekolah-sekolah perkotaan, bahkan sekolah 3T pun ada. Mereka harus menyusun langkah untuk memperebutkan suara kelas X yang sebanyak dua kelas, dan kelas XII sebanyak dua kelas juga. Pembelajaran ketiga adalah lobi atau diplomasi. Para tim sukses mulai gencar lalu-lalang sana-sini untuk meyakinkan calon peserta pemilu bahwa kandidat merekalah jawaban atas berbagai permasalahan yang dirasakan siswa.
Hingga suatu malam saya didatangi sekitar sepuluh pemuda ke rumah kontrakan. Mereka adalah siswa XI IPA yang menjadi tim sukses dari Yudha. Malam-malam datang ke rumah hendak meminta arahan bagaimana gambaran pemilu di sekolah kota dan apa yang harus mereka lakukan? Setelah perbincangan malam itu, mereka melakukan pergerakan luar biasa di sekolah, mulai dari menempel visi dan misi, bahkan direct selling. Pun ketika kampanye monologis, XI IPA melakukan sesuatu yang baru, yang belum ada selama ini di sekolah. Mereka membuat spanduk dengan bahan seadanya, dan selalu menjadi ‘tim hore’ yang membuat suasana riuh bersemangat. Walau akhirnya Yudha dan XI IPA harus menerima kekalahan atas Dasril, siswa XI IPS1. Lebih banyaknya jumlah siswa IPS membuat mereka kalah suara. Namun mereka tetap bahagia, menerima kemenangan dengan menjabat tangan Dasril, mengucapkan selamat. Tidak ada perpecahan, meski kalah dalam kompetisi integrasi mereka sebagai keluarga besar SMA Negeri 1 Pulau Banyak tetap terjaga. Dewasa bukan?
“Hei, kalian sedih tidak?, selidikku ketika mereka kembali berkumpul di rumah kontrakan SM-3T. Jawaban mereka adalah pembelajaran yang paling penting, bersyukur dan ikhlas.
“Tidak Bu, seru sekali pemilihan Osis tahun ini. Barisuk kito pelok lagi macam ko yo (tahun depan kita adakan lagi yang seperti ini)”, ujar Rival. Mereka bilang banyak sekali pembelajaran dan kesan dalam pemilihan osis. Kalau Bayu bilang di belajar menjadi spy, Ari bilang belajar melakukan lobi-lobi, yang lain bilang “belajar menjual si Yudha”. Intinya kejujuran mereka dalam seluruh aktivitas pemilu yang sangat berarti. Kututup pertemuan malam itu dengan menyampaikan beberapa pesan; akan kalian temui di luar sana orang-orang yang licik dalam berpolitik, menggunting dalam lipatan, dalam angguk ada geleng, tidak ada musuh yang abadi, yang ada hanya kepentingan abadi. Kalian tinggal memilih, akan menjadi sama atau menjadi berbeda dengan tetap berpegang teguh pada iman dan hati nurani.
Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia adalah slogan yang dimiliki SM-3T. Makna mencerdaskan tidak hanya kaku pada ranah kognitif siswa, bagaimana memerdekakan mereka dari buta huruf dan mengajarkan Calistung. Praktik pencerdasan yang paling utama dilakukan para penggiat SM-3T adalah membentuk pribadi yang mandiri, menciptakan generasi yang siap untuk kehidupan bermasyarakat, yang siap untuk membaur dan melebur menjadi Indonesia. Mustahil bisa mewujudkan perubahan tanpa tantangan, bukan SM-3T namanya jika tidak tanpa pergerakan untuk pembaharuan.