Menikmati SM-3T tidak berkeliling tempat penugasan ketika liburan semester terasa kurang lengkap. Bagi kami, kesempatan emas harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Jika tidak kapan lagi ke sana? Bisa jadi bisa mengulang kenangan, bisa jadi juga tidak. Berpetualanglah, lihatlah bukit-bukit menjulang, lihatlah air terjun bercucuran. Kelak kau akan mengerti apa hakikat petualangan itu sendiri.
Landak ke Etinkong
Persiapan, tentunya pada awal puasa sebelum kami pulang ke Aceh, ini berawal dari ide gila Zakir Kepee untuk mengunjungi tempat penugasan Herizal yang menempuh 6 jam perjalanan via darat menghadapi jalan aspal kuning, jalan yang hancur, di pelosok Air Besar kecamatan yang berbatasan lansung dengan Malaysia. Aku, Zakir dan 4 orang lainnya berangkat menuju ke pelosok yang sangat jauh. Bersama tiga kuda siap tempur kami. Moel dengan helm peninggalan sejarah katanya bersama Idris di atas kuda TVS, Zakir bersama Azhary bersama kuda Karisma pinjaman Kepala Sekolahnya, Aku Bersama Ballah dengan kuda Supra fit patungan.
Berangkatlah kami pukul 7 pagi dengan mengisi premium di SPBU Ngabang, Kemudian gas bersama langkah dimulai, Zakir dan Azhary memimpin diikuti Idris dan Moel dan aku terakhir dengan Balllah, 30 menit berlalu Sampailah kami pada gerbang perbatasan Landak dan Sanggau, lalu berlalu sampai di Sekayam, foto sejenak lanjut gas kembali. Nah, ketika itu hampir saja sepeda motorku tumbang, dengan laju di atas rata-rata di jalan pasir batu yang belum diaspal.
Ubah formasi kuserahkan kemudi ke Ballah, dia juga jago mengendarai sepeda motor. Dua motor lainnya masih dengan formasi yang sama. Sekitar 5 jam perjalanan kami sampai di Balai Karangan. Ini kami manfaatkan untuk membeli kain penutup wajah dari debu. Istirahat sebentar dan menuju ATM BRI di kawasan itu. Karena kalau di hutan, nanti kami sadari tidak adanya ATM.
Melaju lanjutkan perjalanan sampai ke Etinkong, memarkirkan motor. Shalat Zuhur di mesjid di tapal batas Etinkong. Selesai shalat kami lanjutkan ke pos tapal batas. Kami ingin ke Malaysia kami utarakan niat kami ke Petugas Pos yang berjaga di sana. Diizinkan, dengan syarat tidak boleh jauh melangkah ke Sana. Kami masuk.
Ini Malaysia. Beda sekali dengan Indonesiaku, Putung rokokpun tak kita temukan di jalannya. Padahal ini baru sedikit melangkah masuk wilayah Malaysia. Memang rumput tetangga lebih hijau. Terbedu. Kami foto menghentikan waktu. Selesai. Kami ingin ke Malaysia. Tapi, kami ingat misi awal kami mengunjungi Heri di pedalaman Air Besar.
Kami tukarkan beberapa lembar Rupiah ke dalam Ringgit, buat kenangan-kenangan. Pernah ke Terbedu. Kami balik ke parkir, foto kembali di tugu perbatasan Indonesia Malaysia. Nah, di situ cerita menarik tiba.
Entah bagaimana caranya tiba-tiba Zakir ketemu orang Aceh di sana. Katanya dia menetap Di Balai Karangan. Disuruh main ke rumahnya. Dia orang Sigli, Kabupaten Pidie. Kami jelaskan asal kami dan kami guru SM-3T asal Aceh. Menghentikan waktu kembali, kami foto bersama. Selesai itu perjalanan hebat Pedalaman Air Besar di Lanjutkan.
Etinkong-Air Besar
Butuh waktu tiga jam mencapai pedalaman air besar. Patut dicatat pula, butuh pengemudi tangguh untuk menaklukkan medan yang sulit. Kalau musim penghujan, medan di sana bakal memakan waktu yang lebih lama lagi. Mungkin bermalam di rumah penduduk bisa jadi solusi ketika hujan tiba. Motor sulit untuk menempuh medan yang sangat sulit. Namun bagi warga pedalaman itu sudah kenyataan yang dihadapi setiap hari.
Sesampainya di sana kami di sambut Heri. Keluarga asuhnya juga begitu bersahabat. Kami menginap dua hari di sana. Berbagai kegiatan ditempuh selama dua hari tersebut.
Mengunjungi bukit sinyal, memetik sahang, mandi di sungai. Sungguh dua hari yang begitu kami selami dalam kenangan. Kami balik lagi Ke Kota Ngabang. Penuh debu kembali melintasi Air Besar ke Etinkong. Etinkong kembali ke Ngabang.
Pontianak, selanjutnya dengan kisah oleh-olehnya. Dalam episode berbeda.