Papua…daerah yang sama sekali tidak pernah terpikirkan dan terbayangkan untuk didatangi. Daerah yang masuk black list daerah yang tidak ingin dikunjungi oleh banyak orang di Indonesia dan termasuk saya. Daerah yang memiliki sejuta potensi untuk dikembangkan, daerah yang rasa nasionalisme tinggi, ini bisa terbukti dengan penggunaan Bahasa Indonesia pada percakapannya sehari-hari. Kini cerita berbeda yang saya ukir ketika menjadi salah satu dan bagian dari “Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (SM3T)”. Memilih UNM sebagai LPTK penyelenggara dari beberapa LPTK lain membawa saya ke Biak-Papua dan sekarang menjadi bagaian dari Tanah Papua.
Biak Numfor adalah salah satu daerah yang menjadi sasaran program SM3T untuk daerah penyaluran LPTK UNM. Tepatnya Distrik (kecamatan) Samofa saya di tempatkan pada Sekolah Menengah Atas Yayasan Pendidikan Kristen Immanuel Agung Samofa (SMA YPK IAS) Biak. Dengan latar belakang Pendidikan Metematika yang saya punya dan kondisi siswa yang sangat jauh berbeda dengan siswa yang berada di daerah lain, baik motivasi, minat dan rasa keingintahuan yang tinggi terhadap pelajaran itu sangat kurang yang cukup menyulitkan bagi sebagian besar guru. Optimis akan berhasilnya merubah pandangan siswa tentang pelajaran Matematika selalu saya coba tanamkan pada diri saya, bahwa matematika itu pelajaran yang menyenangkan, penuh tantangan, asyik dan “ virus ” ini juga yang akan saya sebarkan terhadap siswa-siswa SMA YPK IAS Biak. Disini saya di tugaskan mengajar Matematika untuk kelas X, dan XI IPS, TIK untuk kelas X – XII, Fisika untuk kelas X – XII dan Biologi untuk kelas X – XII. Dari sinilah lahir gelar Guru Kopasus ”, panggilan dari teman-teman untuk saya.
Segala kemampuan dan pengetahuan yang saya punya coba saya kembangkan, walau sebelum mengajar saya harus bolak-balik membaca buku agar mata pelajaran lain selain jurusan saya sendiri bisa saya ajarkan dan transferkan pada siswa-siswa saya, dan teman-teman sesama SM3T juga tak luput dari pertanyaan-pertanyaan yang saya lempar seputar mata pelajaran yang saya ajarkan diluar jurusan saya. Dengan jadwal yang begitu padat, kesehatan yang harusnya saya utamakan dan yang menjadi modal agar semua bisa berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan tidak bisa saya jaga yang berujung pada peristirahatan dirumah sakit malaria pun dengan senang hati singgah.
Ada rasa sedih yang munusuk dihati, ketika KBM berjalan. Karena apa yang di ajarkan selalu ditanggap pasif oleh siswa. Model dan metode pembelajaran tidak berlaku untuk diterapkan agar apa yang di ajarkan bisa dengan mudah diterima oleh siswa. Kemampuan dasar yang dimiliki sangat kurang, terutama pada pelajaran MIPA. Contohnya saja masih banyak siswa yang tidak bisa perkalian, dalam matematika ini adalah hal yang sangat – sangat serius. Kurangnya pemahaman pada penggunaan Bahasa Indonesia saat proses KBM berlangsung sehingga sering sekali terjadi salah pengertian terhadap apa yang dijelaskan dengan apa yang dimaksud oleh siswa. Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung kearah berhasilnya proses pembelajaran pun memegang peranan yang sangat penting. Beberapa pendekatan-pendekatan pun coba saya terapkan namun itu tidak terlalu efektif dan memberikan perubahan yang signifikan terhadap keberhasilan proses pembelajaran.
Ada banyak cerita yang di ukir di langit-langit Biak, suka dan duka menjadi seorang guru saya rasakan betul. Sejuta kenangan yang tidak bisa saya ungkapkan dengan kata – kata, kareana tidak ada satu katapun yang bisa mewakili apa yang sebenarnya saya rasakan. Dengan pengalaman yang saya rasa cukup membuat saya sadar akan besarnya tugas yang diemban seorang guru. Cita-cita yang begitu mulia mencerdaskan generasi-generasi penerus bangsa yang bermuara pada cerdasnya bangsa Indonesia, sungguh hal yang cukup sulit.
Teruslah berjuang para laskar pendidik, ditangan Mu akan lahir generasi-generasi emas Indonesia, mungkin bukan hari ini, bulan ini dan tahun ini….yakin usaha sampai….
JAYALAH SM-3T, MAJU BERSAMA MENCERDASKAN INDONESIA.
(Nursafitriani, S.Pd-Matematika)