Dina, Dongeng, dan Pengabdian SM-3T


Namanya Dina Rizkyana. Terlahir dan dibesarkan di salah satu kota di Jawa Tengah tepatnya di Tegal pada tanggal 28 Agustus 1993. Menjadi anak pertama yang ingin selalu mengetahui keadaan orangtua dan adiknya menjadikan ia melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Negeri Semarang jurusan PGSD yang lokasi belajarnya berada di Tegal. Bukan karena ia adalah “anak mama” yang bermanja dan bersantai atas perilakunya, melainkan gerak motorik dan psikomotorik yang lebih berperan aktif dalam proses studinya sejak TK-SMA. Terbukti dengan berkali-kali mengikuti kegiatan kepramukaan menjadi pemimpin pasukan putri dan dalam tahun yang sama menjadi Wakil Ketua Osis SMP.

Memang benar setiap orang terlahir dengan kemampuan yang berbeda. Dua kali kegiatan OSN dilaksanakan, tak pernah sekali pun namanya bertengger pada daftar 100 peserta terbaik di kotanya sendiri. Namun berbeda pada kegiatan lomba di bagian linguistik, pada pengolahan bahasa. Dina selalu terlibat dalam kegiatan membaca puisi, story telling, sandiwara Bahasa Jawa, dan Karawitan. Namanya terpampang jelas pada nominasi Juara dari SD hingga SMP. Bakat inipun terbawa sampai SMA. Sehingga beberapa orang di kotanya bahkan kota lain sudah mengenal sosoknya sebagai Pendongeng. Berbekal pelatihan mendongeng dalam Komunitas Kampung Dongeng di Jakarta tahun 2012 silam, awalnya Dina menggelutinya dengan rasa remeh hingga malu. Namun benar kata pepatah “bisa karena terbiasa, terbiasa karena dipaksa”. Pemaksaan untuk tampil di depan membawakan sebuah cerita inspiratif kepada anak TK-SMA dilakukan. Hingga sampai saat ini begitu banyak tawaran baginya untuk berbagi kisah lewat kegiatan mendongeng.

Tahun 2015 kegiatan dongeng pun  ‘terpaksa’ harus dikurangi karena berbenturan dengan program yang dinamakan Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar, Tertinggal (SM-3T).

Sebelum mengikuti program SM-3T, seperti biasa banyak calon peserta pasti mencari informasi apa itu SM-3T, bagaimana kehidupan di sana, bagaimana masyarakat di sana, bagaimana lokasi geografis, bagaimana ini, itu, dan lain sebgainya. Tak cukup hanya itu, Dina menambah informasi melalui bacaan, baik via website, intagram, facebook hingga membeli dua buku yang menceritakan tentang mengajar di pelosok negeri. Cukuplah informasi yang didapat dan saat itu juga, ia niatkan diri untuk menjelajah Indonesia, dan menikmati sisi lain dari Indonesia ini.

Adalah Kabupaten Mahakam Ulu, kabupaten baru sebagai hasil pemekaran dari Kab Kutai Barat. Tepat sekali jika dilakukan pemekaran sesegera mungkin. Terbukti dengan Kemenritstekdikti menempatkan 90 peserta SM-3T yang terdiri dari LPTK UNNES Semarang, UPI Bandung dan UNM Makassar, semua peserta disebar merata dari hilir aliran sungai Mahakam hingga hulu aliran sungai Mahakam, dimana daerah tersebut menjadi perbatasan ke Negara Malaysia. Bahkan secara geografis, jarak tempuh daerah tersebut lebih dekat menuju ibukota negara tetangga dibanding menuju ibukota Indonesia. Hal ini membuat pemerintah pusat memberikan perhatian khusus kepada daerah ini. Fasilitas jembatan, sinyal, jaringan, bahan pangan dan lain sebagainya sebaik mungkin diperbaiki.

Karena pengabdian tak mengenal waktu. Perjalanan pun dimulai dari dermaga Kabupaten Kutai Barat menggunakan speedboat. Perjalanan ditempuh selama 4 jam. Tiba di Ibukota Kab. Mahakam Ulu saat maghrib dan melakukan serangkaian acara lainnya.

Jika di Jawa ada jalan provinsi, jalan kota, dan sering kita temui jalan raya beraspal, berbeda di tempat tersebut. Di sana hanya berbeton rapi. Lebar ruas jalanpun seperti jalan gang-gang di Jakarta. Tidak ada traffic light. Kantor Dinaspun serupa dengan rumah warga lain. Hanya plang berpapanlah yang menjadi pembeda kantor ini.

Perjalanan yang sesungguhnya dimulai. Tiba saatnya Dina menuju sekolah tempat penugasan bersama beberapa rekan lainnya didampingi dengan empat  petugas kecamatan menggunakan dua perahu. Pengalaman pertama menumpangi perahu kecil bertenaga mesin. Sejam, dua jam, tiga jam berlalu. Terik, sore hingga senja, tak kunjung dillihat satupun kompleks perumahan Dayak. Di anak sungai yang kian surut membuat perjalanan mereka terhambat karena sesekali perahu menyentuh bebatuan yang tinggi. Hingga malam tiba, akhirnya diputuskan untuk bermalam di hutan. Samar terdengar obrolan mereka menggunakan bahasanya. Seakan otak mengajak menari-nari atas kemungkinan yang terjadi seperti ada monyet yang tiba-tiba datang menggaruk kepala, mengganggu tidur malam ini sampai pikiran seakan-akan ada ular yang nanti melingkar ditangan atau kaki.

Tampak jauh terlihat pondok terapung. Katanya, ini memang milik warga untuk singgah. Pondok ini digunakan untuk membawa balok kayu yang kemudian dijual di kecamatan. Survive dimulai. Ini merupakan kali pertama Dina melihat cara hidup seperti ini. Mereka mengeluarkan barang bawaan yang dibawa dengan karung. Panci, gelas, beberapa ons beras dan mie instan. Mereka meracik sendiri dengan terbatasnya alat bahan lainnya. Sedangkan Dina mengeluarkan nasi bungkus yang telah dibeli di kecamatan. Sebungkus, disantap bertiga. Dan seusainya, merekapun bergegas tidur.

Menjelang subuh perjalanan pun dilanjutkan. Menikmati asrinya hutan Kalimantan dan air jernih Mahakam. Pencerminan wajah di air sungai ini sangat jelas. Apalagi lekuk batang akar yang menjulang. Seperti pencerminan pada sumbu sepanjang x. sesekali dilihatnya, burung kecil yang berwarna warni, monyet bergelantungan, bahkan punggung buaya. Kembali mereka pun mulai menghitung jam. Hingga empat jam perjalanan, akhirnya mereka mendapati sederetan rumah panggung dayak. Bergegas turun dan mengangkut barang ke atas. Beristirahat di salah satu rumah mess guru sembari berbincang bersama staf kecamatan tersebut.

Sekilas gambaran tentang tempat pengabdian Dina. Sepi, penghuninya sedikit, tidak bersinyal, tidak ada aliran listrik. Bukan hanya itu saja, aktivitas di sana bergantung pada air. Mandi, cuci piring, cuci baju, buang air kecil hingga buang air besarpun dilakukan di sungai. Jika dikata, anak perempuan mana yang tidak menangis mendapati hidup seperti ini? Masih beradaptasi dari kenyamanan fasilitas kota. Dina mengalami rasa sedih yang mendalam. Rindu bertemu dan rindu bercerita kepada orangtua, kekasih, sahabat bahkan rindu bersosial media. Ini sedikit mengganggu kejiwaannya yang terbukti dengan suatu kebiasaan baru yaitu melamun. Buang air besar pun tidak teratur. Karena harus buang besar di antara batuan dan berlabuhnya perahu, seakan membuat sistem perintah otaknya menahan zat yang tidak berfungi ini untuk terus mengendap. Seminggu sekali dan berlangsung hampir sebulan, sistem kerja usus besar dan otak pun mulai bekerja.

Ini sudah menjadi pilihan dari Tuhan. Tuhan punya maksud dan tujuan besar untuknya, untuk masing-masing kita. Walaupun ada beberapa teman yang mendapat daerah tempat penugasan cenderung aman, nyaman dan santai. Ini rencana Tuhan yang begitu romantis. Sangat beruntung. Tuhan mengajarkan dan mengajaknya untuk melihat sisi lain dari Indonesia. Menjadi satu dari bermilyar langkah untuk memerdekaan Indonesia lewat  pendidikan.

“Kapan lagi kamu menikmati hidup seperti ini? Ini nyata tanpa rekayasa. Sudah sejauh ini perjalanannya. Menikmati lembutnya arus sungai ketika mandi pagi dan mandi sore. Berkesempatan melihat betapa lincahnya monyet jantan mengejar monyet betina dengan begitu bebas di alam sana, Melihat indahnya taburan bintang seperti kadang kamu menabur meses warna warni pada roti gandum di menu sarapanmu dan juga betapa tenangnya hidup dengan sedikit-sedikit warga menghilang. Tatkala ditemukan siswa tidak berpihak padamu dikarenakan pergi ke hutan, maka doakan siswamu agar mereka berpihak dan patuh pada orangtuanya, ibunya dan juga ayahnya. Mendidik dan belajar tidak mengenal tempat. Kamu bisa mendidik dimanapun dan dengan cara apapun. Dan ingat, kamupun harus banyak belajar. Belajar melihat, mendengar dan menyimak keadaan sekitar. ”

Merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi Dina dalam mengemas ilmu keguruan yang didapatnya dikolaborasikan dengan bakat dongeng yang dimilikinya untuk terus menginspirasi Anak Indonesia. Beberapa saat setelah berSM-3Tpun, waktu 6 bulan menunggu PPG Pasca SM-3T ia manfaatkan untuk tetap melakukan kegiatan mendongeng. Dina Rizkyana pun akhirnya melanjutkan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan Jalur SM-3T di Universitas Muhammadiyah Malang. Hingga PPG berlangsung, di sela-sela kesibukan menyelesaikan perangkat SSP Workshop, PPL, dan lain-lain, ia menyempatkan diri untuk bergabung bersama sahabat Kampung Dongeng Malang untuk melakukan dongeng baik di Kota Malang maupun di Kota Wisata Batu. Dalam masa PPGnya, ia pun berhasil menyandang sebutan Guru Profesional setelah yudisium pada Desember 2017 lalu. Dan sekarang ini, setelah berakhirnya program PPG, ia masih terus menggencarkan program kegiatan mendongeng bersama dengan ratusan sahabat-sahabatnya di seluruh Indonesia.

Sumber Cerita: Dina Rizkyana

(Dikunjungi : 291 Kali)

.

Apa Reaksi Anda?

Terganggu Terganggu
0
Terganggu
Terhibur Terhibur
0
Terhibur
Terinspirasi Terinspirasi
1
Terinspirasi
Tidak Peduli Tidak Peduli
0
Tidak Peduli
Sangat Suka Sangat Suka
0
Sangat Suka

Komentar Anda

Share