Dengan GGD, Merangkul menjadi Satu


Guru Garis Depan itulah nama sekaligus identitas kepribadian kami. Guru Garis Depan atau yang biasa di sebut GGD adalah salah satu program pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia untuk mengentaskan ketertinggalan pendidikan di daerah terpencil. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Guru berarti; orang yang mata pencahariannya, profesinya mengajar, sedangkan Garis Depan bermakna; 1). Daerah pertahanan yang langsung berhadapan dengan musuh (dalam pertempuran), 2). Barisan yang di depan sekali.

Maka dari itu saya dapat menyimpulkan bahwa Guru Garis Depan merupakan orang yang profesinya sebagai pengajar yang ditugaskan pada tempat atau wilayah yang terdepan. Di paling depan berarti di daerah yang berbatasan langsung dengan daerah, propinsi, dan negara lain. Guru Garis Depan diharuskan mengabdi di daerah, atau wilayah yang pendidikannya masih tertinggal, jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah yang lain, hal ini tentunya bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus untuk mengurangi kesenjangan antara sekolah di daerah yang maju dengan daerah yang terpencil. GGD yang disematkan kepada kami tentunya tidak diterima begitu saja, akan tetapi dengan proses seleksi yang cukup panjang, serta dengan standar dan kriteria yang berlaku

Kehadiran GGD juga diharapkan mampu merealitaskan prinsip Bhinneka Tunggal Ika di daerah penempatan. GGD harus menjawab apa yang menjadi kekhawatiran kita bersama tentang adanya potensi disintegrasi bangsa. Komitmen kami sesama peserta GGD Dikmen Propinsi Sulawesi Utara untuk terlebih dahulu menguatkan internal kebersamaan dan merawat persatuan di antara kami dengan berdasar pada upaya sinergis dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah tempat tugas kami

Peserta GGD Dikmen Propinsi Sulawesi Utara terdiri dari 10 orang. Hal menariknya, kami semua berasal dari lain tempat, lain suku, lain agama. Sebut saja Wilhelmina Amalo berasal dari Rote Ndao-NTT, agamanya Kristen Protestan. Jayadi dari Palopo, agamanya Islam. I Kadek dari Karangasem-Bali, agamanya Hindu. Agustinus Babtista Tanggur dari Manggarai-NTT, agamanya Katolik. Fransisca dari Kakas Minahasa, agamanya Kristen Protestan. Berury dari Sinjay, agamanya Islam. Maya Octaviany dari Bandung, agamanya Islam. Gusti Hilde dari Aceh, agamanya Islam. Mega dari Makassar, agamanya Islam. Yusuf Sigalingging asal Medan, agamanya Kristen protestan

Dengan keberagaman dan perbedaan latar belakang tersebut, kami hidup dalam wadah kebersamaan GGD, kami berbeda namun menyatu menjadi satu keluarga untuk bergotong royong mengedukasi anak negeri. Itulah hikmah dari Bhinneka Tunggal Ika, kita bersatu padu bekerja dalam perbedaan

(Dikunjungi : 140 Kali)

.

Apa Reaksi Anda?

Terganggu Terganggu
0
Terganggu
Terhibur Terhibur
0
Terhibur
Terinspirasi Terinspirasi
2
Terinspirasi
Tidak Peduli Tidak Peduli
0
Tidak Peduli
Sangat Suka Sangat Suka
6
Sangat Suka

Komentar Anda

Share