Dengan mengenakan pakaian kebesaranku, Jas hitam beridentitaskan SM3T, ku kenakan menuju sekolahku. Seakan pas di badanku meski kebesaran. Aku senang mengenakannya. Saya guru mata pelajaran Bahasa Inggris di tiga sekolah. Saya mengajar di kelas 1 SMP Sup Byaki Fyadi Biak sebuah yayasan di pinggiran kota Biak Numfor. Kelas IV, V dan VI di SD Inpres Sumberker dan SD Inpres Mandouw. Namun Mata Pelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar masuk dalam Mata Pelajaran Muatan Lokal. Hari-hari saya habiskan mengajar dan mencerdaskan anak-anak Papua. Saya juga menerima jasa mengajar privat dan les gratis untuk anak siswa yang tidak mampu. Program saya untuk siswa SMP dan SMA Sup Byaki Fyadi Biak, saya berikan bimbingan belajar berupa les gratis setiap hari Rabu pukul 16.00 WIT.
Selain mengajar Bahasa Inggris saya juga memberikan bimbingan konseling untuk siswa yang bermasalah dengan mata pelajaran Bahasa Inggris. Solusi yang saya berikan berupa motivasi dan kiat-kiat dalam memahami Bahasa Inggris. Meski agak sulit memotivasi siswa Papua. Tetapi sebenarnya mereka hanya bosan dengan kondisi sekolah yang monoton. Sehingga berbagai cara saya lakukan agar mereka mengerti dan mata pelajaran Bahasa Inggris berterima. Berikut ini saya akan berbagi cerita disertai gambar.
Sesekali saya merubah management class agar siswa tidak bosan. Mereka cukup antusias. Penekanan suara keras sesekali saya keluarkan itu disebabkan siswa kadang susah diatur. Mereka siswa kelas enam yang tengah menerima materi Bahasa Inggris dari saya selaku guru Bahasa Inggris. Lokasi di SD Inpres Sumberker, Distrik Samofa, Kabupaten Biak Numfor, Papua.
Gambar diatas adalah suasana belajar siswa kelas 1 di SMP Sup Byaki Fyadi Biak. Jumlahnya tak banyak, Cuma 9 orang. Terkadang datang Cuma tiga orang, namun selaku pengajar, saya lantas tidak putus asa.
Berbagai metode saya berikan agar Mata Pelajaran Bahasa Inggris berterima oleh mereka yang sebagian besar masih awam dengan mata pelajaran ini. Termasuk belajar di luar halaman sekolah.
Terkadang siswaku Cuma datang bertiga seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini. Itulah permasalahan yang kami hadapi. Siswa masih belum sadar arti pentingnya menuntut ilmu. Siswa akan datang jika dikatakan “Besok ada ulangan!”
Barulah berbondong-bondong menghadiri ‘acara ujian’.
Siswaku ini sedang bingung mau jawab apa dengan pertanyaan yang saya berikan. Padahal pelajar Bahasa Inggris yang saya berikan itu adalah pelajaran yang paling dasar.
Siswa SMP Sup Byaki Fyadi memang masih sekolah rintisan baru sebuah yayasan di Distrik Samofa. Ada 8 guru SM3T yang ditempatkan di sekolah ini.
Mengajar menggunakan media elektronik. Itu stimulus agar siswa tertarik belajar Bahasa Inggris. Saya membawa sebuah program pengajaran Bahasa Inggris bernama “Bobby Bola”. Meskipun itu untuk anak usia TK dan SD tetapi siswa SMP Sup Byaki Fyadi masih awam dengan pelajaran bahasa asing. Mereka cukup terbantu.
Pembelajaran VI di SD Inpres Mandouw terkadang dilaksanakan di luar kelas. Halamannya luas dan juga bersih membuat saya cukup nyaman mengajar. Siswa juga senang belajar di luar kelas. Kepala Sekolah SD Inpres Mandouw dan beberapa guru memperhatikan mengatakan “Ibu, apa tidak panas mengajar di luar kelas?” Saya jawab, “Siswa pun cukup senang belajar di luar kelas. Bahkan mereka minta untuk belajar di luar kelas meski panas menyengat.” Mereka butuh suasana belajar yang baru dan di luar dari kebiasaan. Saya membiakan mereka belajar dengan gaya mereka sendiri. Saya juga biarkan mereka mengucapkan Bahasa Inggris dengan gaya mereka sendiri. Saya buat seakan-akan Bahasa Inggris itu memang mudah. Agar momok mengerikan tentang Bahasa Inggris itu hilang.
Tetapi jika waktu tidak mencukupi untuk belajar di luar kelas, saya tetap membuat mereka nyaman di kelas. Beginilah siswa kelas V dan siwa kelas IV belajar di kelas. Sesekali saya putarkan musik instrumen saat mereka mencatat.
Siswa SD Inpres Sumberker, mengambil foto setelah ujian Praktek Bahasa Inggris. Menurut mereka Bahasa Inggris itu susah tetapi mengasyikan dan keren.
Saya terkadang tertawa karena mereka tampak polos dan takut menggunakan Bahasa Inggris di hadapan saya. Tetapi saya selalu tekankan kepada mereka bahwa “Bahasa Inggris memang bukan bahasa kita, tetapi penting untuk dipelajari karena ini bahasa Internasional. Jadi kalau pun salah, itu bukan masalah. Yang penting berani menggunakan Bahasa Inggris yah!” Lantas ada siswa yang bertanya dengan polosnya pada saya “Bu, namanya Ibu, Maam, kan?!” Mendengar hal tersebut saya tertawa tetapi saya berhenti tertawa ketika melihat wajahnya yang lugu tertunduk. “Sayang, Maam artinya Ibu Guru. Namanya Ibu adalah Fitri Ananda Baso. Tapi panggil Ibu Nanda atau Maam Nanda.” Dia angkat wahnya dan memperlihatkan giginya yang merah akibat waarna sirih yang sering dia kunyah. Seakan mengerti, dia pun berlari dan memberitahukan kepada temannya bahwa namaku sebenar Maam Nanda bukan Maam.
Selain mengisi waktu mengajar di sekolah saya juga isi dengan les Bahasa Inggris.
Khusus siswa SMP Sup Byaki Fyadi Byak, saya brikan khursus gratis untuk siswa SMP dan SMA setiap hari Rabu pukul 16.00 WIT hingga pukul 17.00 WIT. Metode pengajaran dalam khursus itu dibuat sesuai situasi dan kondisi alam di Papua
Hari-hariku terus saya isi dengan mengajar dan terus mengajar. Mencerdaskan My Little Papua, Anak Papuaku. Inilah cerita kecilku selama enam bulan menjadi Guru Koppasus di Tanah papua. Meski kadang sulit membuat mereka mengerti dan pahamkan Bahasa Inggris, tetapi setidaknya mereka terbiasa mengucapkan “Good morning, Maam!” “Good day, Maam!” “Good bye, Maam!” “Yes, Maam!” “No, Maam!”“Hello, Maam!” “My name is Amroben Randongkir.” “Nice to meet you!” “Sit down!” “Stop!” “Stand up!” “Thank you, Maam!” “I am sorry, Maam!” dan banyak lagi kata-kata ekspresi.
Alangkah senangnya jika saya melintas, saya mendengar mereka bercanda menggunakan Bahasa Inggris. Saya tidak menyangka mereka menggunakan salah satu ekspresi Bahasa Asing tersebut tanpa mereka sadari saya melintas dan memperhatikan mereka dari balik pintu. Tak ada kata yang terucap kecuali kesyukuranku.
Fitri Ananda Baso, S.Pd- English