Polusi politik, ekonomi yang carut marut, keterpojokan keadilan, pengerdilan pendidikan, dan banyak lagi kecacatan ketidaksempurnaan tatanan kehidupan jika dituliskan akan membuat batin kita dijejal oleh keadaan. Hiruk pikuk kehidupan yang mengekang dan menjejal batin manusia sang waktu juga yang memurnikannya. Satu diantara banyak pemurnian tersebut adalah membaca fiksi. Fiksi akan meluweskan hatimu. Melenturkan hatimu. Memegaskan hatimu. Disini saya akan menyuguhkanmu fiksi terakhir dari sekuel Ibu Guru Ratna. Semoga engkau setia membaca.
10 Maret 2019. Pasca SM-3T, lima tahun telah berlalu. Apa kabar cerita Ratna dan Rianda?
Matahari condong mengarah ke barat dan langit berwarna hitam pekat. Sore itu Kota Pekanbaru kejatuhan berkah disapa sang hujan yang tumpah. Jalanan yang hujan memaksa Rianda menepikan keretanya. Duduk pada sebuah restoran cepat saji di Jalan Sudirman, Rianda memesan kopi untuk menghangatkan badannya dari cucuran air hujan yang membasahi. “Jika hujan begini sebenarnya ada rindu yang tumpah,” gumam Rianda dalam hati mengingat seorang wanita yang dulu dicintai. Asap rokok mengudara bergerak-gerak seolah memutar-mutar di atas kepala Rianda. Dalam lamunan yang hebat Rianda tersentak oleh hentakan tangan seseorang di pundak belakang. “Hei Rianda,” sapa seorang wanita. Rianda kaget. Lidahnya kelu tak bisa membalas cepat sapa wanita tersebut. Jelas di depannya hadir sosok Ratna. “Oooii oooiii bengong aja, sehat kan?” goda Ratna yang melihat Rianda tak seperti yang dikenal sebelumnya. “Se..se..sehat, alhamdulillah sssee..hat,” balas Rianda tergagap-gagap. Ratna tersenyum mendengar jawaban Rianda yang gagap. “Aku kaget karena kita bisa berjumpa di tempat ini,” ujar Rianda yang memandangi Ratna secara utuh lantas kemudian Rianda lekas memadamkan puntung rokoknya seraya mempersilahkan Ratna untuk duduk. “Maaf Rianda, aku ndak bisa duduk. Sudah ditungguin tuh,” jawab Ratna sambil menunjuk ke arah luar. Ratna tak meladeni permintaan Rianda sebab ia sudah ditunggui oleh seorang pria di parkiran mobil restoran tersebut. Sembari berbisik, Ratna berlalu cepat meninggalkan Rianda. Rianda paham akan kondisi lantas merelakan kesempatan duduk bersama.
Ada banyak cerita akan terjadi apabila mereka jadi duduk bersama. Rianda akan memulai mengulang cerita semasa di Jayawijaya. Tanah Baliem tempat pengabdian dulu. Menjadi pejuang kehidupan yang dibungkus dengan semangat Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia. Apabila Rianda memancing dengan tanya maka Ratna akan memakan umpan dengan antusias. Ratna yang aktif, peduli, dan energik akan siap meladeni tanya Rianda, karena setiap tanya adalah umpan yang berupa makna untuk direnungi; ditadabburi. Satu tahun bertugas di Jayawijaya tidak dipungkiri sisi kemanusian pada Ratna dan Rianda muncul dan tumbuh. “Aneh, justru di daerah 3T seperti Jayawijaya ini sisi kemanusian kita dapat tumbuh,” ucap Rianda kepada Ratna “Iya ya, malah di kota yang terjadi justru bencana erosi kemanusian. Lama-lama rasa kemanusiannya hilang; terkikis” balas Ratna. Mereka berdua dahulu saling bersama; saling belajar; saling cinta.
Adapun cerita kini berbeda. Apabila dahulu tumbuh cinta, maka kini belajar mencintai.
Cinta adalah suatu keadaan di dalam jiwa; sedang mencintai adalah keputusan sosial. Keputusan Rianda sudah tepat. Puntung rokok yang dipadamkan cepat oleh Rianda di atas tadi adalah bukti bahwa Rianda belajar mencintai Ratna. Sebab tidak hanya mereka berdua kala itu di dalam restoran, tetapi ada bayi yang terbuai teduh di pangkuan Ratna. Buah cinta Ratna dan suaminya.
Kehidupan adalah gerak dinamis bukan statis. Kehidupan menuntut perubahan bukan ketetapan. Jika dahulu bercinta maka kini mencinta. Belajar mencintai.
“Cepat nyusul ya,” bisik Ratna sebelum pamit.
Hujan boleh berhenti tapi hidup terus dijalani. Lantunan lagu di kafe turut menemani.
*Datang akan pergi
Lewat kan berlalu
Ada kan tiada
Bertemu akan berpisah
Awal kan berakhir
Terbit kan tenggelam
Pasang akan surut
Bertemu akan berpisah
Heii Sampai jumpa dilain hari
Untuk kita Bertemu lagi
Ku relakan dirimu pergi
-TAMAT-
Pekanbaru, 10 Maret 2019
*Sampai jumpa (Endank Soekamti)