Hari ini sekolah mempunyai agenda ujian praktik seni budaya. Siswa laki-laki kelas 9 akan melakukan praktik Tari Caci, tarian perang heroik khas Manggarai. Sedangkan siswi akan menarikan tari kreasi yaitu tari kipas dan tari kreasi Ndundundake.
“Ibu, mai sini” panggil siswi kelas 9 dari dalam ruang kelas. Sontak mataku tertuju pada siswi yang berdiri di depan kelas. Rambutnya sudah tertata rapi dengan konde di atas. Baju putih dan kain songke sudah ia pakai dengan sempurna sangat pas di tubuhnya yang jenjang
“Mari kita poto sama.” Katanya lagi ketika aku berjalan menghampirinya. Sambil menenteng kain Songke, aku berjalan menghampirinya.
“Bantu Ibu dulu kah untuk membuat rok seperti kau punya.”
“Mai sudah Ibu, saya bantu.”
Aku memasuki ruang kelas dan kudapati banyak siswi yang ada di dalam. Mereka sibuk berdandan memakai hiasan kepala yang baru ia peroleh pagi ini. Di ruangan berbeda aku melihat siswa kelas 9 yang sedang mempersiapkan kostum Tari Caci. Bawahan berupa celana putih yang dibalut dengan kain Songke tampak indah dilengkapi pula dengan nggorong berupa lonceng yang diikat dibagian perut menjuntai hingga bagian belakang. Di bagian kepala mereka menggunakan hiasan kepala berbentuk tanduk kerbau yang biasa disebut panggal dan hiasan manik-manik yang disebut dengan tubi rampa.
Tari Caci dan Tari Ndundundake mempunyai peran penting dalam acara adat di Manggarai. Tari Caci menjadi acara yang dapat menarik massa dengan efektif. Tari Caci, tari ikonik masyarakat Manggarai biasanya ditampilkan ketika acara adat penting. Sedangkan Tari Ndundundake bisa ditampilkan saat penyambutan tamu atau acara syukur atas panen yang diperoleh. Seiring berjalannya waktu, pentas kedua tari ini tidak hanya terbatas pada acara adat saja, namun juga sebagai pertunjukan seni.
Sebagaimana yang dapat terekam di SMPN 2 Ndoso, dimana Tari Caci menjadi bagian dari pertunjukan pentas seni dalam rangka ujian praktik.
Pertunjukan Tari Caci pada ujian praktik Seni Budaya merupakan cara untuk menguatkan rasa cinta terhadap kearifan lokal sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya. Tari Caci merupakan paket seni yang lengkap. Di dalamnya terdapat seni gerak, seni suara, dan seni busana. Penampilan Tari Caci juga diiringi tabuhan gong dan gendang yang mengiringi keluwesan penari. Seni gerak ditampilkan melalui gerakan pemain Caci ketika menangkis, memukul lawan main, serta menggerakkan tubuh mengikuti alunan musik. Seni suara berupa nyanyian atau biasa disebut sebagai “paci” yang ditampilkan pemain ketika perkenalan awal sebelum mulai bertarung sebagai perkenalan diri dan momen ketika dapat mengalahkan lawan.
Versi pertunjukan, Tari Caci dilakukan oleh dua orang laki-laki, sesuai dengan arti Caci dalam bahasa Manggarai yaitu satu lawan satu. Satu orang sebagai penangkis (ta’ang) yang membawa perisai (nggiling) dan busur (koret) serta satu orang lainnya sebagai pemukul (paki) yang membawa pecut (larik). Jika pemukul berhasil mengenai bagian wajah penangkis, maka pemukul mendapat kemenangan. Tari Caci versi pertunjukkan harus dilakukan oleh penari yang sudah terbiasa dan mempunyai jam terbang tinggi. Hal ini dikarenakan resiko pemain Caci yang tinggi, misalnya kecelakanaan yang dapat menyebabkan cacat atau kematian.
Perjuangan yang tidak mudah harus dilewati oleh siswa kelas 9 SMPN 2 Ndoso untuk berada di arena pertunjukan Caci. Sebelumnya mereka telah berlatih kurang lebih 2 bulan sebelum pementasan. Selama latihan, beberapa siswa mengalami luka ringan akibat pukulan cambuk. Meski begitu, mereka tetap semangat dalam berlatih. Tantangan lain yang harus dihadapi adalah mencari kostum pentas yang hanya dimiliki oleh pemain Caci yang tinggal di luar kampung. Mereka harus berjalan beberapa kilometer untuk meminjam kostum tari. Semua dilakukan demi bisa tampil dengan sempurna pada pementasan Tari Caci.
Tari Caci yang ditampilkan pada Ujian Praktik di sekolah tentu berbeda. Penari Caci tidak benar-benar menyerang. Beberapa aspek yang dinilai adalah kelincahan dalam menangkis, menari sesuai iringan musik, busana dan lagu (paci) yang dilantunkan peserta. Penilai dalam Ujian Praktik ini adalah bapak ibu guru pengampu Mata Pelajaran Seni Budaya. Ujian praktik pentas Tari Caci yang diselenggarakan oleh SMPN 2 Ndoso menjadi magnet bagi sebagian besar masyarakat yang tinggal di sekitar Desa Golo Keli dan Golo Poleng. Tanpa diundang, masyarakat datang berbondong-bondong melihat penampilan anak, adik, dan kakak mereka beraksi. Masyarakat yang hadir rela meninggalkan pekerjaan kebun demi menyaksikan secara langsung pertunjukan yang jarang diadakan. Ujian praktik ini turut dihadiri oleh Kepala Sekolah SD Impress dan SMP terdekat dan pemangku adat dari beberapa kampung.
Antusias yang tinggi untuk menyaksikan pertunjukan mengindikasikan bahwa masyarakat sangat peduli akan pelestarian budaya setempat. Banyak pesan yang disampaikan dari penyelenggaraan pertunjukan Caci di SMPN 2 Ndoso. Pesan untuk terus mencintai dan melestarikan budaya lokal salah satunya. Kalau bukan kita dan mereka, siapa lagi.