Setiap anak punya cara belajarnya masing-masing, tak terkecuali siswa SMA Negeri 10 Makassar. Setelah beberapa bulan mengajar di sekolah tersebut, kami mengamati bahwa sebagian besar siswa menyukai cara belajar yang membuat mereka lebih aktif.
Kami adalah guru PPL PPG angkatan V UNM yang ditempatkan di sekolah tersebut. Kami berjumlah 7 orang dengan jurusan yang sama, jurusan fisika.
Guru PPL PPG memang dituntut untuk mengajar dengan cara yang lebih inovatif. Sehingga kami berinisiatif mengajarkan pelajaran fisika dengan cara yang tidak biasanya, dengan mengimplementasikan model pembelajaran berbasis proyek.
Model pembelajaran ini menstimulus proses berpikir kritis siswa, membangun rasa ingin tahu, terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari serta membangun suasana belajar yang menyenangkan tentunya.
Dengan berbekal pengalaman workshop PPG, kami merancang pembelajaran berbasis proyek tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa inti dari pembelajaran ini adalah dihasilkannya sebuah produk/karya. Materi pelajaran yang menurut kami cocok saat itu adalah fluida.
Setelah memberikan pemahaman dasar tentang konsep fluida, siswa kelas XI IPA diminta untuk mencari pengaplikasian pelajaran fluida dalam kehidupan sehari-hari. Yah, tentu banyak sekali misalnya dongkrak hidrolik, kapal selam, balon udara dan masih banyak lagi. Tugas mereka kemudian adalah membuat alat-alat tersebut dalam bentuk sederhana.
Dengan berbekal informasi dari buku dan sumber belajar lainnya, pun dengan kreativitas yang dimiliki siswa, mulailah para siswa membuat hasil karya fisika melalui materi fluida tersebut. Ada yang membuat jembatan hidrolik sederhana, lift hidrolik sederhana, eskavator sederhana, lengan robot, air mancur tanpa listrik, roket air, dan kapal selam sederhana. Semua alat ini tentunya berasal dari bahan-bahan yang mudah mereka temukan dengan menggunakan air sebagai bahan utamanya.
Saat presentasi hasil, siswa pun memperlihatkan keberhasilan karya-karya mereka. Tidak sedikit yang langsung saja bisa berhasil. Ada beberapa kendala, seperti yang terjadi pada kelas XI IPA 2, pada alat kapal selam. Siswa pada kelompok tersebut harus bersusah payah mengisi dan membuang air dari kapal selam botol plastik dengan menggunakan mulut. Agar kapal selam dapat mengapung dan tenggelam sesuai prinsip dasar kapal selam. Meski beberapa kali salah seorang siswa menelan air mereka tetap melanjutkan presentasi. Sungguh terlihat kesungguhan pada antusias mereka.
Hal yang sama juga terjadi di kelas XI IPA 4 pada kelompok yang mempresentasikan alat air mancur tanpa listrik yang tidak nampak air mancurnya sama sekali. Namun ketidak berhasilan mereka bukanlah sebuah kegagalan. Sebab itu adalah proses belajar mereka. Kami tidak langsung menyalahkan dan memojokkan mereka. “Seorang ilmuwan tidak serta-merta langsung berhasil menemukan konsep. Mereka pun sering gagal, ratusan kali bahkan. Tapi mereka tidak pernah menyerah sampai pada akhirnya mereka dikenal sebagai penemu suatu teori” kata salah seorang dari kami untuk memotivasi mereka.
Suatu kebahagiaan seorang guru adalah melihat wajah kepuasan siswanya memperoleh hasil dari usaha mereka. Seperti yang terjadi di kelas XI IPA 1, mereka mampu menerbangkan roket air hingga mencapai ketinggian sekitar 10 meter. Sorak bahagia nampak dari wajah kelompok mereka, diikuti gemuruh tepuk tangan teman-temannya.
Kebahagiaan lain adalah melihat seorang siswa yang berhasil memresentasikan alatnya dengan keren. Seperti pada kelas XI IPA 7 yang dikenal dengan siswa yang paling sulit diajak belajar. Mereka bahkan mampu memperlihatkan hasil karya eskavator sederhana yang mampu memindahkan sampah kecil (kertas).
Itulah cara sederhana kami menikmati kebahagian, mencintai pekerjaan kami.
“Setiap kali saya pergi ke sekolah, saya melihat kilau di mata anak-anak. Ada harapan dan kebahagiaan di wajah mereka. Anak-anak ingin membuat sesuatu. Mereka ingin melakukan sesuatu” ~Arvind Gupta~