Tahun 2098 pada hari senin pertama di bulan Mei. Bertepatan dengan hari pendidikan untuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sudah lebih dari seratus tahun negara itu memperingati kejadian tersebut dengan upacara yang monoton cenderung membosankan setiap tahunnya. Pesan amanah yang dibacakan serentak hasil pola pikir dari Bapak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Budi Pekerti (di tahun 2090 ditambah menjadi Budi Pekerti karena moral anak bangsa yang semakin merosot, indikatornya adalah Korupsi yang tumbuh subur) tentang pendidikan yang berkeadilan dan merata. Slogan verbal yang telah bertahan seratus tahun lebih itu tak mengubah banyak hal selain anggaran dari rakyat itu banyak terpakai dengan tidak efektif.
Suasana upacara yang tadinya cerah dan begitu khidmat tiba-tiba diganggu dengan awan yang gelap.
“Wah, sebentar lagi hujan. Yes, upacara akan bubar. Capek tahu berdiri nggak jelas begini.” Seorang murid yang berdiri di barisan ketiga di sebuah lapangan sepak bola yang disulap oleh seorang kepala daerah untuk dipakai upacara hari pendidikan.
Suara guntur menggelegar. Kilat menyambar-nyambar. Dada para peserta upacara berdebar. Beragam kekhawatiran muncul.
“Wah cucian di rumah nggak ada yang angkat.”
“Motorku kalau kena hujan bakal macet.”
“Asyik! Upacara bisa bubar.”
Tiba-tiba dari langit berjatuhan kertas. Jumlahnya ratusan. Oh tidak, itu bisa ribuan. Kertas-kertas itu mendarat di atas rumput. Jatuh tepat di tangan orang-orang yang sedang upacara. Hinggap di atap-atap warga. Bergelantungan di atas pohon. Jatuh ke laut. Terbawa arus sungai. Oh, salah hitung kita. Jumlahnya jutaan. Mana sempat kita menghitungnya dengan akurat. Hujan kertas itu sesuatu yang ajaib. Itu hanya perkiraan saja. Tak perlu dipusingkan terlalu lama.
KEPADA UMAT MANUSIA YANG BUDIMAN
Akan kupanjangkan umur para Guru hingga usia 130 tahun. Kubuat ia berkecukupan dalam balutan sederhana mendidik dan mengajar. Lembut tutur katanya. Punya keahlian berkebun dan merawat ikan-ikan Koi. Tidak perlu ikut asuransi kesehatan dalam bentuk apapun. Akan kubuat mereka sehat jasmani dan rohani. Jika perlu akan kumasukkan mereka ke surga dari pintu mana saja yang mereka mau. Untuk hal tersebut syarat dan ketentuan berlaku. Mereka harus menikah dengan sesama Guru. Berbahagialah Guru. Terpililah kalian.
Tapi,
Camkan baik-baik. Dengarkan secara saksama.
Akan kucabut nyawa para Guru yang tukang korupsi. Bukan yang doyan korupsi pembelian ATK sekolah. Bukan yang suka buat laporan dana BOS tapi pembeliannya fiktif. Bukan yang doyan jual beli buku ke siswa yang untungnya kalau dikumpulkan bisa dipakai untuk Umroh. Bukan itu. Garis bawahi itu.
Wahai Guru,
Akan kucabut nyawa kalian seketika itu juga saat kalian KORUPSI WAKTU.
Jangan anggap sepele. Satu detik kalian terlambat masuk ke kelas di kali 20-30 tahun kalian mengajar dalam hidup kalian. Itu banyak. Berapa ilmu yang seharusnya disampaikan ke anak didik akhirnya terabaikan. Terbuang percuma.
Jangan kalian jadi guru KORUPSI WAKTU. Bel sudah berbunyi kalian masih ngopi-ngopi cantik di kantin. Posting foto diri di sosial media. Bergunjing di ruang guru. Satu detik lewat, dua detik lewat, tiga detik lewat, satu menit lewat, dua menit lewat, lima menit lewat. Peserta didik akan terbiasa dengan pola mengulur waktu karena warisan kebiasaan kalian. Nanti itu akan menjalar dengan mengutil uang rakyat.
Kucabut nyawa kalian.
Jangan pula datang terlambat ke sekolah, pulang lebih awal. Jangan berbohong pura-pura sakit karena malas ke sekolah. Izin dinas 2 hari, dibuat 5 hari. Menuntut hak, kewajiban tidak jalan. Kalian akan kumasukkan ke neraka. Kusiksa kalian dengan memakan kapur dan paku tanpa penyedap rasa.
DARI TUHAN ALAM SEMESTA
Pesan itu dalam sekejap menjadi viral di seluruh penjuru bumi. Media-media asing datang meliput ke NKRI. Guru-guru muda begitu panik. Guru-guru tua tersenyum-senyum manja. Mati dan Neraka selisihnya kini hanya 1 detik saja.
3 jam setelah hujan kertas itu, Kepala Negara mengadakan rapat darurat di istana negara. Semua Menteri dikumpulkan. Yang sedang berdinas di luar negeri diminta untuk mengaktifkan DrixVe, sebuah teknologi canggih dalam melakukan panggilan jarak jauh yang bisa untuk saling bertatap-tatapan dan jika menggunakan layar raksasa, orang yang di dalam layar tersebut dalam sekejap bisa berpindah tempat ke dalam rapat yang dimoderatori langsung oleh Menteri Sekertaris Negara. Aplikasi ini ditemukan 3 tahun lalu oleh putra daerah Rote Ndao yang menempuh study S3 di Amerika, saat ini dia menjadi orang Indonesia pertama yang bekerja di NASA.
Dalam hasil rapat itu yang paling sibuk tentu saja Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Budi Pekerti. Pak Menteri diminta dalam kurung waktu kurang dari 24 jam membuat peraturan tentang KORUPSI WAKTU bagi guru. Ini dalam rangka meminimalisir matinya guru-guru NKRI secara mendadak. Terutama di daerah-daerah terpencil yang tidak bisa dipantau setiap saat. Anggaran negara sudah terkuras habis merekrut mereka.
20 tahun pasca hujan kertas itu, NKRI memiliki 500 Universitas Pendidikan baru. Mahasiswa calon guru tersebut dididik ala Sekolah Pemerintahan di Jatinangor agar bisa disiplin terutama waktu. Angka kematian mendadak guru selama kurun waktu 20 tahun itu hanya berkisar 102 guru saja. Dan lebih dari setengahnya mati karena terlambat masuk ke sekolah, sebab semalam suntuk begadang tidak jelas. Subuh lewat, sarapan lewat, nyawa pun lewat.
40 tahun pasca hujan kertas itu, seorang Putra dari pedalaman Kalimantan Barat menjadi Kepala NKRI. Satu Putra lain dari pedalaman Maluku menjadi orang nomor satu di PBB. Satu Putra lain dari Papua Barat meraih Nobel dalam bidang Kesehatan setelah menemukan vaksin virus penyakit HIV/AIDS.
Guru telah bekerja dengan baik dan benar. Semua ingin masuk surga. Semua tak ingin mati mendadak. Tak ada yang suka makan kapur dan paku.
Johor Bahru, 2017
(sumber gambar: tokoonline88.com)