Tulisan ini hanya menjawab pengalaman penulis saat menjadi peserta SM-3T di Kalimantan selama setahun, di mana dalam pengabdian banyak siswa yang menjadikan sekolah bukan prioritas.
Mengapa Saya Harus Sekolah?
Kalau di sekitar sahabat masih ada pertanyaan ini, itu artinya tulisan ini masih berlaku untuk dibaca.
Apa yang sobat pikirkan bila dalam pengabdian sebagai guru, pertanyaan tadi ditanyakan oleh seorang anak kecil? kebanyakan akan dijawab dengan seadanya. mungkin karena dia anak kecil. Namun apa yang akan kita jawab apabila pertanyaan ini ditanyakan oleh orang tua ataupun suatu kelompok masyarakat yang mungkin dari segi pola pikir menganggap sekolah bagi mereka bukanlah prioritas. maka jawabannya akan semakin kompleks.
Sekolah ada banyak modelnya, ada sekolah formal, sekolah alam, pesantren, seminari, kemudian ada sekolah yang fokus mengembangkan bakat-bakat khusus seperti sekolah musik dan sekolah atlet. Bahkan ada juga sekolah rumah, yaitu “sekolah” yang dijalankan sendiri. Semua sekolah ini sama-sama bisa menjadi tempat belajar yang baik. Karena sebenarnya bukan sekolah yang jadi keharusan bagi kita, tetapi belajar, itulah yang penting karena belajar membuat kita lebih memahami apa yang dipelajari. Apa jadinya bila merasa bersekolah tapi tidak belajar apa-apa, bukankah itu menjalani hal yang sia-sia tanpa memahami sedikitpun.
Kondisi di Indonesia masih sedikit lebih baik, 93,9% penduduk Indonesia melek huruf, jadi hanya sekitar 6% penduduk Indonesia yang buta huruf. Tapi kalau dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, maka ada sekitar 15 juta penduduk Indonesia yang buta huruf. Masih banyak di Indonesia anak yang tidak sekolah. Padahal sekolah adalah tempat pertama kalinya seorang anak belajar bersosialisasi secara formal dan belajar untuk berkomunikasi dengan lingkungan yang baru.
Di Indonesia kemauan atau kesadaraan orang tua untuk menyekolahkan anak masih terhitung kurang, karena mereka lebih suka memperkerjakan anak mereka untuk menghidupi kebutuhan keluarga yang seharusnya menjadi kewajiban mereka. Mengapa anak-anak tidak disekolahkan oleh orang tuanya, karena orang tua berpikir bahwa percuma anak-anak disekolahkan kalau ujung-ujungnya tetap jadi petani, contohnya di negara bagian Bihar, peluang kerja selain jadi pegawai negeri yaitu jadi petani, mengapa? karena jadi pegawai negeri di sana harus dengan cara sogok, sehingga kalau ujung-ujungnya jadi petani, buat apa sekolah. Ini sama juga dengan kenapa orang tua tidak sekolahkan anak perempuannya, yang terjadi angka buta huruf di kalangan perempuan cukup tinggi. Dengan alasan karena nanti dia akan dipingit orang jadi isteri dan ibu rumah tangga. Mereka berpikir dengan keadaan seperti itu, ilmu yang mereka pelajari di sekolah jadi sia-sia, bahkan di ibukota negara ini pun, banyak anak-anak yang putus sekolah karena dipekerjakan oleh orang tuanya, termasuk di antara mereka dipaksa jadi pengemis, pengamen, penjual koran, ataupun yang di pedalaman Papua, banyak anak-anak mereka yang ketika sedang sekolah dipanggil pulang oleh orang tuanya untuk berburu di hutan.
Mungkin sekarang sekolah sudah gratis (walaupun mungkin juga seragam, sepatu, dan bukunya belum gratis), tapi orang tua juga perlu uang untuk kebutuhan hidup mereka sendiri, dan salah satu cara untuk mendapatkan itu supaya mencukupi yaitu dengan menyuruh anak-anak mereka bekerja. Motivasi untuk tidak sekolah ini juga bukan hanya pada tingkat sekolah dasar, tapi juga pada tingkat tinggi seperti SMA dan Universitas. Untuk apa kuliah kalau ujung-ujungnya jadi pedagang bakso, supir angkutan,dan sebagainya.
Kalau bertanya apa tujuan sekolah kepada anak SD sudah dipastikan mereka bingung menjawab, karena mereka disekolahkan oleh orangtuanya, bukan memilih sendiri untuk sekolah. Baru ketika masuk SMP baru mereka tahu apa tujuan mereka sekolah. Itu Karena mereka sudah bisa memilih sekolahan untuk diri mereka sendiri, walaupun kadang-kadang tetap dipaksa harus sesuai dengan sekolahan yang dicarikan oleh orangtuanya. Sekolah setingkat SMP atau SMA bahkan kuliah, jika ditanya mengenai tujuan mereka sekolah jawabannya sangat beragam. Ada yang mencari ilmu, ada yang ingin mewujudkan cita-cita, ada yang ingin cari istri atau pacar, ada yang hanya mencari ijazah dan ada juga yang mencari status. Berbeda tujuan itu wajar-wajar saja, karena beda orang beda pemikiran. Atau seperti kata banyak orang, “sudah mau sekolah saja sudah lumayan, daripada di rumah menganggur”.
Kenapa orang harus sekolah? Apa tujuannya? Apakah percuma jika sekolah cuma cari ijazah? Punya titel banyak, dihormati masyarakat? Itu mungkin salah satu tujuan sekolah, tapi kalau sudah sekolah tinggi-tinggi, sudah menghabiskan banyak biaya, malah ujung-ujungnya jadi penipu kan kasihan yang membiayai mahal. Memang maling atau penipu bukan tujuan dari sekolah, tapi terkadang ada kesempatan akhirnya jadi maling juga. Anehnya ada juga yang sejak awal ingin sekolah tinggi biar jadi pejabat tinggi yang nantinya bisa banyak korupsi.
Ijazah tidak menjamin masa depan sukses, kita dari dulu hanya terlalu seringnya dihadapkan dengan pandangan-pandangan orang tua bahwa sekolah itu penting. Bagi yang tidak sekolah tidak akan dianggap oleh masyarakat dan ancamannya akan sulit mendapatkan pekerjaan, maka secara tidak langsung pikiran anak-anak pada masa sekolahnya sudah dikunci dengan pernyataan “orang yang tidak tamat sekolah tidak akan bisa sukses” padahal beberapa orang bisa langsung berhasil ketika sudah tamat dari SMA atau SMK.
Kadang apa yang kita kerjakan itu kebanyakan belum tentu sesuai dengan apa yang menjadi impian kita dan belum tentu pula apa yang sudah kita pelajari selama di sekolah benar-benar kita pakai di pekerjaan yang saat ini kita jalani. Ternyata kehidupan setelah selesai sekolah tidak seperti yang diharapkan, sehingga banyak siswa yang setelah tamat seperti kehilangan arah dan tujuan. Tidak punya jalan yang ingin ditempuh.
Di zaman sekarang ini pekerjaan yang bagus minimal hanya mau menerima lulusan kuliahan. Namun menuntut ilmu setinggi langit diibaratkan hanya sebatas slogan dalam dunia pendidikan. Buktinya, ilmu apa yang bisa sobat aplikasikan dan manfaatkan untuk kehidupan hingga saat ini? Jarang sekali ada, banyak dari kita sudah melupakan, sudah tamat sekolah maka semua pelajaran dan buku-buku sekolahpun ditinggalkan, yang penting bisa kerja. Padahal, kalau kita sudah berilmu pekerjaan itu pasti akan ada di mana-mana dan ijazah maupun gelar itu pun pasti tidak akan ada gunanya lagi. Albert Einstein tidak punya gelar sarjana, tapi berhasil menjadi legenda sepanjang masa. Karena apa? Karena dia punya ilmu yang orang lain tidak bisa pelajari di zamannya.
Ilmu yang baik itu adalah ilmu yang bisa kita terapkan dalam kehidupan, bukan sebatas ilmu untuk dapat nilai A atau 100 dari guru maupun dosen. Kebanyakan kita mendapatkan ilmu yang bermanfaat itu dari luar pelajaran sekolah seperti, belajar naik sepeda motor, pandai main gitar dan piano, berenang, membuat masakan enak, photography, bisa buat lagu dan pandai bernyanyi, lancar bahasa Inggris. Apa semua itu bisa kita dapat hanya dengan duduk-duduk di kelas?.
Jangan sampai terlena menjadi siswa ataupun mahasiswa yang berada di sebuah zona nyaman dunia pendidikan. Coba perhatikan teman-teman yang sangat sibuk dan serius dengan sekolah atau kuliahnya sudah menjadi lupa diri. mereka lupa diri untuk tumbuh. Mereka hanya mengejar apa yang diajarkan oleh sekolah. Ketika bisa mengerjakan soal sudah merasa pintar, ketika mendapat peringkat dan nilai bagus sudah merasa bangga dan puas. Di sisi lain, sudahkah mereka memperkaya pengetahuan dan kemampuan mereka yang sesungguhnya? Misalnya mereka minatnya dengan fotography, karena di sekolah tidak pernah ada pelajaran fotography, mereka tidak pernah lagi mempelajari hal itu, yang dipelajari matematika terus!! Inilah yang membuat mereka lupa diri.
Akhirnya, kita yang berpendidikan membuat kesimpulan bahwa kebanyakan sekolah hanya bisa mempersiapkan apa yang mereka tahu dan apa yang bisa mereka ajarkan kepada setiap siswanya, sekolah tidak pernah mau tahu masa depan setiap siswanya. Karena kalau mau tahu kenapa tidak dicoba diajarkan apa yang menjadi bakat siswa, sekolah itu merusak dan melupakan kreativitas siswa. Sering terjadi sekolah terus membatasi kemampuan siswa dengan sebatas nilai dan harus mau mengerjakan sesuai dengan apa yang sudah menjadi ketentuan. Sekolah ternyata hanya suka memberi harapan palsu tentang masa depan dan dunia kerja. Ini sering dijadikan bahan untuk mempromosikan sekolah saja. Atau tampaknya sekolah hanya mementingkan kemakmuran institusi itu sendiri ketimbang kemakmuran masa depan siswanya yang sudah lulus.
Tapi, walaupun demikian kita pasti tidak bisa atau sulit untuk bisa merubah pola dan sistem yang sudah menjadi ketetapan pemerintah. Tapi bukan berarti semuanya buruk dan harus diubah keseluruhan. Namun berpikir positif itu penting, karena pasti ada sisi baik yang belum kita ketahui. Contohnya, sekolah itu mampu membuat kepribadian menjadi baik, melatih disiplin diri, mengenal pola pikir banyak orang, bisa mempelajari situasi dan kondisi, memperluas jaringan pertemanan, mengetahui hal yang belum kita ketahui, melatih berani berbicara, percaya diri dan bisa memimpin dan pengalaman berkompetisi
Namun seiring perkembangannya, tanpa disadari karena terlalu terlena menjadi siswa malah yang didapat adalah dampak buruknya seperti kepribadian jadi seperti anak alay, bicara suka-suka/tidak santun, tidak bisa menjadi pemimpin, tidak bisa bicara di depan banyak orang/tidak percaya diri, hidup malas, tidak jujur sama diri sendiri, melawan orang yang lebih tua, sekolah tidak serius hanya menghabiskan uang orang tua, tidak ada tujuan hidup, hanya ingin senang-senang bersama teman, merusak jati diri dengan pergaulan bebas.
Mengakhiri tulisan saya, saran saya bagi sobat yang masih berada di dunia pendidikan, tetaplah bersekolah. Sekolah adalah tempat yang disediakan bagimu untuk mempersiapkan diri berkontribusi di masyarakat saat dewasa nanti. Di sekolah kita belajar, bekerja sama dengan teman-teman menciptakan berbagai karya yang seru dan intinya kita harus mengutamakan bidang apa yang benar-benar kita suka dan minati kemudian terus kembangkan apa yang kita inginkan tersebut. Kita kembali ke pengertian dari pendidikan itu sendiri yakni merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Bicaralah dengan gurumu agar ia bisa membantumu belajar lebih banyak tentang hal-hal yang kamu sukai dengan cara-cara yang seru. Bila gurumu kesulitan membantumu, maka bicaralah dengan orangtua-mu.
Bagi pembaca yang saat ini mungkin sudah menjadi orang tua, mohon maaf kalau ada perkataan di atas yang sudah menyinggung. Penulis mengerti setiap orang tua pasti hanya menginginkan agar anaknya bisa menjadi orang yang sukses di masa depan. Tapi patut diingat bahwa sebaiknya kita hanya perlu terus mendukung bidang apa yang menjadi passion sang anak saat ini, dan kalau bisa, bantu mereka untuk menemukannya. Lalu cukup biarkan saja mereka mendapatkan kemampuan itu, jangan dipaksakan. Sebab tidak pintar di sekolah belum tentu dia bodoh di dalam kehidupan yang sebenarnya.
Terima kasih